Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, Palestina, dipandang bukan hanya sebagai fasilitas medis bagi rakyat Palestina yang sedang ditindas Israel, namun pula simbol persaudaraan kedua bangsa.
“Rumah Sakit Indonesia di Gaza itu bukan hanya fasilitas medis, namun membawa berbagai pesan. Itu dilihat sebagai simbol persaudaraan bangsa Palestina dan bangsa Indonesia,” kata Dr Ribhi Halloum Hijazi, koordinator gerakan Global March to Jerusalem (GMJ), di Bandung, Kamis (5/7).
Halloum Hijazi, yang sedang menghadiri konferensi pembebasan Al-Quds dan Palestina di Bandung, mengatakan kehadiran rumah sakit yang dibangun organisasi Merc-C (Medical Emergency Rescue-Committee), sangat penting bukan hanya karena sebagai fasilitas medis modern.
Pesan ketiga, kata Halloum Hijazi, pesan kepada rakyat Palestina sendiri bahwa meski terpisah jarak lebih 7.000 km, mereka tidak sendirian karena rakyat Indonesia bersama mereka. Kehadiran permanen rumah sakit cermin bahwa rakyat Indonesia selalu bersama rakyat Palestina sampai mendapatkan hak-hak mereka kembali sepenuhnya.
Mengenai kemajuan konstruksi rumah sakit di Bayt Lahiya sekitar 2,5 km dari perbatasan dengan Israel itu, Pembina Merc-C dr. Jose Jurnalis mengatakan sejauh ini pembangunan sudah mencapai tahap penyelesaian konstruksi dasar. Di lapangan, bekerja tujuh insinyur Indonesia mengarahkan pekerja-pekerja asal Palestina.
Rumah sakit di atas lahan 1,6 hektare dan tahap pertama berkapasitas 100 tempat tidur itu kini memasuki tahap konstruksi fisik kedua dan jaringan listrik. Biaya total sampai tahap pembangunan total Rp30 miliar, dana terpakai sudah Rp22,5 miliar dan sisa kebutuhan dana Rp7,5 miliar sedang digalang.
“Dana yang terkumpul sepenuhnya berasal dari sumbangan berbagai lapisan masyarakat. Ada yang menyumbang koin Rp200 sampai Rp100 juta, sungguh-sungguh hanya dana sumbangan masyarakat,” kata Jurnalis yang menegaskan proyek rumah sakit itu sepenuhnya terkait kemanusiaan.
Jurnalis mengatakan pihak Israel tahu proyek itu sepenuhnya urusan kemanusiaan, karena setiap hari pesawat tanpa awaknya lewat di atas proyek. Makanya pembangunan rumah sakit ini tak pernah diganggu Israel meski lokasinya begitu dekat dengan perbatasan di kawasan utara Gaza.
Ia menjelaskan, usai pembangunan fisik, masih akan dibutuhkan dana untuk fasilitas pendukung dan medis, dari mebel, tempat tidur hingga perangkat medis. Total kebutuhan dana untuk berbagai perangkat itu berkisar Rp15 miliar. ”Namun itu belum termasuk perangkat medis modern seperti MRI (magnetic resonance imaging),” kata Jurnalis.
Mengenai kesulitan pembangunan konstruksi, menurut Ir Faried Thalib, kepala proyek RS Indonesia itu, ialah dalam pengadaan kebutuhan konstruksi seperti batu, semen dan besi. ”Kami harus membawa masuk dari wilayah Mesir dengan menggunakan terowongan-terowongan rahasia,” katanya.
Faried Thalib menambahkan konstruksi rumah sakit pada tahap awal hanya berlantai dua, namun dirancang dengan sistem tumbuh hingga bisa diperbesar menjadi lima lantai di masa mendatang.
Baik Jurnalis maupun Faried menyatakan optimistis Rumah Sakit Indonesia di Gaza tersebut sudah akan bisa menerima pasien pertamanya pada sekitar awal 2013, ditangani tenaga-tenaga kesehatan Palestina sendiri. ( ant )
http://beritasore.com/2012/07/05/konferensi-minta-hamas-dan-fatah-bersatu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar