oleh Syarif Hidayat*
Sumber: MINA
PENGAWAL KHILAFAH --- Kekuatan do’a untuk penyebuhan penyakit. Dalam buku “The Healing Power of Prayer” (Kekuatan Penyembuhan dari Do’a), Chet Tolson dan Harold Koenig menjelaskan sifat do’a, manfaat restoratif, cara mengatur do’a, dan banyak lagi.
‘Kedokteran, operasi, dan metode-metode lain dokter membawa ke dalam proses penyembuhan yang penting,’ kata para pemimpin medis dan rohani. “Namun, Anda memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyembuhan Anda sendiri melalui doa.” Jadi jangan lewatkan keajaiban do’a.
Para pemuja kemajuan teknologi kedokteran banyak yang meragukan bahkan sinis terhadap peran do’a bagi kesehatan dan kesembuhan. Namun, semakin banyak riset dilakukan untuk membuktikannya. Jika bukan suatu kebetulan, seberapa besar kontribusi do’a dan bagaimana kesembuhan bisa terjadi?
Di rumah sakit tertentu kita bahkan menjumpai orang-orang seperti penulis pernah lihat di Rumah Sakit Islam di Jakarta, sebagian ustadz atau rohaniwan berkeliling ke ruang-ruang perawatan untuk mendoakan para pasien. Mereka bukan sanak famili pasien, tetapi rutin datang berkunjung hanya untuk mendoakan.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam atau mengaku beragama dan menyebut diri sebagai bangsa religius, tetapi juga di negara-negara Barat yang dikenal sekuler.
Sudah ratusan juta lebih umat Muslim dari seluruh dunia hingga hari ini melakukan ibadah haji sebagai pelaksanaa rukun Islam yang kelima dan umrah mengikuti jejak Rasulullah SAW khususnya dan sekaligus berdoa umumnya di depan Ka’bah di Majidil Haram, Mekah dan di Raudah di mesjid Nabawi, di Medinah.
AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH MERUPAKAN OBAT YANG PALING MUJARAB
Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah yang shahih adalah merupakan penyembuh dan obat yang paling dahsyat dan sangat mujarab dan bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seharusnya kita sebagai umat muslim, pengikut Rasulullah Muhammad SAW tidak berpaling dan meninggalkannya pengobatan dengan A-Qur’an untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang ini. (Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-‘Iraqi)
Kata Ibnul Qayyim: “BERPALINGNYA MANUSIA DARI CARA PENGOBATAN NUBUWWAH SEPERTI HALNYA BERPALINGNYA MEREKA DARI PENGOBATAN DENGAN AL-QUR`AN, YANG MERUPAKAN OBAT BERMANFAAT.”(At-Tibun Nabawi, hal. 6, 29).
Maka Seorang muslim tidak pantas menjadikan pengobatan nabawiyyah hanya sebagai pengobatan alternatif. Justru seharusnya pengobatan tibun nabawiyyah dia menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kebenaran dan kepastiannya datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui perantara Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pengobatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang didapatkan dengan tibun nabawi. Pengobatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersumber dari wahyu dan diyakini kesembuhannya. Sedangkan pengobatan selain dari Nabi hanyalah dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba.
Bagi orang Kristen dari seluruh dunia juga sudah jutaan orang mungkin sampai sekarang mengunjungi Lourdes di Perancis untuk berdoa memohon kesembuhan kepada Allah, mengikuti jejak Bernadeth Soubirous yang melakukannya tahun 1858.
Efek klinis positif
Keajaiban dan mukjizat tampaknya masih terjadi manakala teknologi kedokteran dan pengobatan modern semakin canggih, sehingga bangsa-bangsa sekuler di Dunia Baratpun terus meyakini kekuatan do’a bagi kesehatan dan kesembuhan.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Medical School tahun 1998 memperkirakan 35 persen orang Amerika Serikat (AS) berdo’a bagi kesehatan mereka dan 69 persen di antaranya menyatakan doa-sangat menolong. Angka ini sangat besar dibandingkan jumlah yang percaya bahwa mengunjungi dokter akan lebih menolong.
Tahun 2002 studi lebih luas dilakukan oleh National Institute of Health, AS, dan menemukan 43 persen orang AS berdoa bagi kesehatan mereka sendiri, dan 24 persen lainnya berdoa bagi orang lain.
Survei nasional Amerika Serikat yang dilakukan tahun 2005 menemukan mayoritas, yaitu 73 persen, perawat yang bertugas di ruang pasien kritis mengaku berdo’a di tempat mereka bekerja. Sidney Kimmel Comprehensive Cancer Center di John Hopkins University bahkan telah dirancang sebagai “intensive prayer unit“ (unit do’a intensif ).
Dalam The Faith Factor: An Annotated Bibliography of Clinical Research on Spiritual Subject karya Larson, Dale Mathew, dan Constance Barry dilakukan review mendalam tentang 158 studi medis mengenai efek agama terhadap kesehatan. Hasilnya, 77 persen memperlihatkan efek klinis yang positif.
Banyak penelitian membuktikan bahwa ketika seseorang mengalami ketegangan atau stres, ia menjadi lebih rentan terhadap penyakit fisik, penderitaan mental dan emosional, serta kecelakaan. Otak, rambut, kulit, mulut, paru, jantung, sistem pencernaan, organ reproduksi, ginjal otot, adalah beberapa bagian tubuh yang dipengaruhi langsung oleh stres. Stres selain menimbulkan penyakit, juga terbukti memperlambat proses kesembuhan.
Otak yang merupakan pusat kehendak dan keyakinan memiliki hubungan langsung dengan sistem penyembuhan alamiah tubuh. Otak secara otomatis dan kontinyu berkomunikasi timbal balik dengan sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, dan semua sistem organ pokok dengan melepaskan hormon dan bahan kimia lainnya dari set-set saraf.
Otak juga berkomunikasi dengan sel-sel kekebalan dalam darah melalui hormon dan protein darah lainnya, yang disebut sitokin. Otak juga mengirim sinyal pada saraf tulang belakang dan memerintahkannya untuk memperlambat atau mempercepat transmisi rasa sakit. Ilmuwan menduga bahwa peran otak tersebut harus ada supaya kehidupan sosial, psikologis, dan spiritual terhubung dengan tubuh fisik, sehingga semuanya bekerja sama untuk menghasilkan kesembuhan.
“Suatu depresi mental, kecemasan yang hebat, atau kekakuan yang disebabkan rasa bersalah atau kebencian tampaknya telah menutup jalur kesembuhan alamiah. Di sinilah do’a berperan,” ujar Chester L.Tolson dan Harold G.Koenig dalam bukunya The Healing Power of Prayer.
Mengapa do’a berperan dalam kesembuhan? Do’a yang banyak diartikan sebagai dialog, penyerahan, dan permohonan tulus kepada Allah SWT, penting dilakukan supaya terjadi sinergi yang melibatkan Allah, pasien, dokter/penyembuh, dan ilmu pengetahuan demi kesembuhan total. Sekadar catatan, healing berasal dari kata Anglo-Saxon yang berarti “untuk membuat utuh”. Mengingat penyakit kebanyakan disebabkan oleh pikiran, kesembuhan total/utuh tidak akan terjadi tanpa memulihkan kondisi pikiran.
Membersihkan jalur komunikasi otak kita ketika berdoa
Isi pikiran negatif yang menjadi penyebab stres atau ketegangan merupakan faktor sangat penting untuk diatasi dalam proses penyembuhan. Do’a ibarat kita menelepon kekasih. Agar dialog dapat berlangsung jelas dan bermakna, saluran harus bersih. Isi pikiran yang negatif itulah pengganggu saluran komunikasi kita dengan Allah SWT.
Bagaimanapun, manusia terdiri dari bagian yakni tubuh, pikiran, dan roh. Rileksasi (dalam Islam berniat yang ikhlas) merupakan cara yang penting untuk dilakukan sebelum kita berdoa. Ada orang yang membedakan antara meditasi dengan do’a. Jika doa disebut sebagai pertemuan atau dialog dengan Allah SWT, meditasi dianggap sebagai refleksi mendalam yang memungkinkan seseorang terhubung dengan alam semesta.
Namun, alat kedokteran yang objektif ternyata merekam kedua aktivitas tersebut sebagai sesuatu yang hamper sama sama. Ketika orang yang melakukan meditasi menghalau semua pikiran dari benak, ternyata aktivitas dalam amygdala (bagian otak yang memantau lingkungan dari ancaman dan mencatat ketakutan) diredam.
Sirkuit lobus parietal (bagian otak yang menyesuaikan diri dengan ruang, menandai perbedaan tajam antara diri dan dunia) menjadi tenang pula. Sirkuit lobus frontal dan temporal (bagian otak yang menandai waktu dan membangkitkan kesadaran diri) dapat dilepaskan.
Dengan keadaan seperti itu, orang yang bermeditasi menjadi sangat rileks, sehingga memungkinkannya untuk bersatu dengan alam semesta. Pendek kata, dari hasil penelitan, terjadi perubahan radiologis di dalam otak ketika seseorang melakukan meditasi ala Tibet.
Perubahan yang sama ternyata terjadi pula pada biarawati Fransiskan yang otaknya di monitor menggunakan SPET-scanning. Ketika melakukan doa mendalam hingga merasakan kehadiran Allah, otak biarawati tersebut menunjukkan perubahan seperti yang terjadi pada para pelaku meditasi ala Tibet.
Apa yang dapat kita catat dari hasil riset tersebut? Bahwa ada upaya ilmiah untuk membuktikan pengaruh do’a terhadap otak manusia.
Kaitan antara spiritualitas dan kesehatan
Dalam buku The Spiritual Brain karya Mario Beauregard, Ph.D & Denyse O’leary dijelaskan bahwa para ilmuwan menawarkan dua pendekatan spiritualitas:
- Pertama, pendekatan yang melihat spiritualitas sebagai produk sampingan perkembangan otak, sehingga kaitan antara spiritualitas dan kesehatan adalah kebetulan belaka.
- Kedua, pendekatan yang melihat spiritualitas baik bagi manusia karena meningkatkan kesehatan secara evolusioner.
Dr. Herbert Benson dari Harvard Medical School, Amerika Serikat, adalah perintis bidang yang dikenal sebagai pengobatan meths mind/body. Pendiri Harvard’s Mind/Body Medical Institute di Boston’s Deaconess Hospital ini berdasarkan pengamatan terhadap pasien akhirnya sampai pada keyakinan: “Bahwa tubuh kita mendapatkan keuntungan dari latihan bukan sekadar otot, melainkan kekayaan utama yang berada di dalam diri manusia: keyakinan, nilai-nilai, pikiran, dan perasaan. Saya ingin mengeksplorasi faktor-faktor tersebut karena para filsuf dan ilmuwan berabad-abad telah melakukan dan menempatkannya sebagai sesuatu yang tak terlihat dan tidak terukur, sehingga banyak studi disebut tidak ‘ilmiah’.
“Saya ingin mencoba karena, lagi dan lagi, pasien-pasien saya seringkali mengalami kemajuan dan kesembuhan dan tampaknya tergantung pada spirit serta keinginan mereka untuk hidup. Saya tidak dapat mengabaikan bahwa pikiran manusia maupun keyakinan yang sering kita kaitkan dengan jiwa, memiliki manifestasi fisik,” ungkap Dr. Herbert Benson.
Sejumlah ahli menyebut kaitan antara spiritualitas dan kesehatan sebagai placebo effect (efek kesembuhan yang dihasilkan dari obat yang tidak mengandung obat, tetapi diyakini sebagai obat). Setelah melakukan berbagai review, Benson menyimpulkan efek spiritualitas terhadap kesehatan jauh lebih besar dibanding perkiraan yang pernah dibuat pakar-pakar sebelumnya, sekitar 30 persen.
Menurut Benson, efek spiritualitas terhadap kesehatan sekitar 70-90 persen dari keseluruhan efek pengobatan. Artinya, pasien yang berdasarkan perkiraan meths memiliki harapan sembuh 30 persen atau bahkan 10 persen ternyata bisa sembuh total. Tentu tidak semua ilmuwan setuju dengan kesimpulan tersebut.
Beragam hasil riset tentang doa
Banyak riset telah dilakukan oleh para ilmuwan, khususnya di negara negara Barat, tentang manfaat do’a dan religiositas bagi kesehatan, penyembuhan, maupun kasus bunuh diri. Sejumlah riset membuktikan antara lain bahwa orang yang tidak religius ataupun tidak mendapatkan intervensi doa, lebih tinggi risikonya untuk melakukan bunuh diri, lebih rendah tingkat kesembuhan dari penyakit, lebih tinggi risikonya untuk mengalami sakit, dan lebih rentan terhadap penyakit.
Berikut ini contoh hasil riset yang pernah dilakukan:
• Sebuah riset longitudinal (8-10 tahun) yang dilakukan oleh Robbins dan Metzner terhadap 2.700 orang membuktikan bahwa angka kematian pada kelompok yang rajin berdoa atau beribadah lebih rendah dibanding dengan kelompok yang tidak rajin.
• Riset yang dilakukan oleh Zuckerman, Kals, dan Ostfield terhadap warga lanjut usia pun membuktikan hal yang sama: kelompok lansia yang lebih rajin berdoa terbukti lebih panjang umur dibandingkan dengan yang tidak rajin berdoa.
• Penelitian yang dilakukan Cancerellaro, Larson, dan Wilson terhadap para pecandu alkohol, narkotika, dan pasien gangguan jiwa skizofrenia (gila) membuktikan karena rendah/tak adanya komitmen terhadap agama. Riset juga membuktikan bahwa terapi atau pengobatan yang diberikan kepada mereka berhasil secara optimal bila disertai terapi do’a.
• Barry Rosenfeld dan kawan-kawan dari Fordham University dan William Breitbart dari Memorial Sloan Kettering Cancer dalam riset yang dipublikasikan tahun 2003 membuktikan adanya efek spiritualitas terhadap rasa putus asa pasien penyakit kanker terminal (dianggap tak dapat disembuhkan lagi). Riset membuktikan bahwa spiritualitas menawarkan proteksi atau memberikan efek penyangga dalam melawan keputusasaan pada pasien yang menganggap hidupnya akan segera berakhir.
• Riset lain juga membuktikan adanya kaitan antara sistem imun dengan tingkat spiritualitas dan kondisi emosi.
Tiga ilmuwan mengukur tingkat spiritualitas dan interleukin-6 (IL-6) pada darah pasien penyakit kanker terminal. Terbukti adanya kaitan antara tingkat fungsi imun tubuh dengan suasana hati yang baik dan IL-6. Sebagai catatan, IL-6 adalah protein pada sel-sel yang bekerja untuk mengatur fungsi sistem imun tubuh.
• Tahun 1998 sebuah studi di California menemukan bahwa enam bulan setelah didoakan secara diam-diam ternyata tingkat kesehatan pasien AIDS terbukti membaik secara signifikan bila dibandingkan tingkat kesehatan kelompok pasien AIDS yang tidak didoakan.
• Tahun 2002, hasil studi yang dilakukan terhadap 39 pasien di ICU membuktikan, mereka yang didoakan bisa keluar dari rumah sakit lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak didoakan, walaupun mendapatkan pengobatan yang lama.
Banyak ilmuwan semakin yakin tentang manfaat doa bagi kesehatan, dan riset masih terus dilakukan dengan mencermati beragam sisi.
Doa Memohon Kesembuhan
Sebetulnya dalam setiap agama tidak ada doa khusus penyembuhan yang dibakukan. Itu sebabnya setiap praktisi penyembuhan bisa mengucapkan doa-doa yang berbeda, walaupun harapan mereka sama: pasien sembuh.
Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyembuhkan penyakit tsb
Hal tersebut merupakan kalimat yang pernah diucapkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam memuji-Nya, “DAN APABILA AKU SAKIT, DIALAH YANG MENYEMBUHKANKU.” (AL QUR’AN, SURAH ASY-SYU’ARA`: 80).
Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, Sp.KJ, selain obat ia juga memberikan kiat penyembuhan sebagai berikut:
• Bertobat
• Yakin Allah yang menyembuhkan.
• Menyadari bahwa penyakit adalah cobaan, karenanya perlu kesabaran.
• Bersikap rida dan melakukan penghapusan dosa.
• Percaya bahwa dalam kesukaran pasti ada kemudahan.
• Menenangkan jiwa.
• Berdoa sebelum dan sesudah minum obat.
• Berdoa sesudah sembuh.
• Berzikir dengan membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, hasbalah, istighfar, dan lafadh baaqiyaatush shaalihat.
Tiga istilah umum untuk Do’a dalam Islam:
Untuk orang yang berbahasa Inggris kata (pray) berdo’a berlaku untuk semua kegiatan ritual (Sholat, Zikr dan Do’a), sedangkan untuk umat Islam memiliki 3 kata yang berbeda dalam bahasa Arab yang mencakup pemahaman yang lebih luas dari do’a dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk seorang Muslim, setiap tindakan yang baik yang dia lakukan, baik berkomunikasi dengan Allah SWT, menjadi sukarelawan kemanusiaan atau sukarelawan di sebuah bank (badan amal yang membagikan) makanan untuk fakir miskin, berbicara melawan ketidakadilan, atau meminta bantuan Allah SWT, pada dasarnya adalah tindakan Do’a.
Zikr (Peringatan): Zikr adalah istilah Arab untuk mengingat Allah SW, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Hal ini tidak terbatas pada do’a dan ibadah yang umat Islam lakukan di sajadah lima kali sehari, melainkan lebih dari itu. Zikr adalah keadaan pikiran. Semua kata-kata pujian untuk memuji dan mengagungkan nama Allh SWT serta memuji kemuliaan Allah, memuji Atribut-Nya, Kesempurnaannya, Kekuasaannya. Seseorang dapat mengucapkan kata kata itu dengan lidah atau mengatakannya secara diam-diam dalam hati, yang dikenal sebagai Zikr atau mengingat Allah SWT.
Mengingat Allah adalah dasar dari perbuatan baik. Nabi Muhammad SAW, berkata, “Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dan orang yang tidak mengingat-Nya, adalah seperti itu yang hidup dan yang mati”(Riwayat Bukhari dan Muslim)..
Sholat (Ritual Doa): Sholat adalah nama untuk sholat wajib yang dilakukan lima kali sehari atau sholat sunah yang dapat dilaksanakan kapan saja, dan yang merupakan sarana hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada otoritas hirarki dalam Islam, sehingga sholat biasanya dipimpin oleh orang terpelajar yang tahu Al Qur’an dan Hadist, yang dipilih oleh jemaah. Bacaan do’a dalam sholat lima waktu berisi ayat-ayat dari Al-Qur’an, dan dikatakan dalam bahasa Arab, bahasa Wahyu.
Dalam kehidupan sehari-hari Seorang Muslim dijadwalkan lima kali sholat fardhu (wajib) harian. Dimulai dengan bangun sebelum matahari terbit dan berdo’a Fajr (Sholat Subuh), lalu Sholat Zuhr di tengah hari, Sholat Ashar di sore hari, Sholat Maghrib setelah matahari terbenam, dan Sholat Isya sebelum tengah malam. Ada Sholat (do’a) pilihan lain (sunah) yang seorang Muslim dapat melakukan pada waktu lain di siang dan malam. Nabi Muhammad, SAW melaksanakan Sholat Tahajjud berdoa setiap hari sebelum fajar.
Du’a (Doa): Nabi Muhammad SAW, berkata, ‘Du’a (do’a) adalah inti ibadah’ (Riwayat Tirmidhi). “Allah, yang paling Penyayang dari semua yang telah menyayangi, memahami dan mengetahui semua kekhawatiran dan kegelisahan di dalam hati kita bahkan sebelum kita merasakannya. Tetapi Dia masih mendorong kami untuk meminta-Nya langsung untuk apa saja melalui do’a.”.
Do’a dapat dilakukan dengan mengangkat tangan ke arah langit, memohon bantuan Allah SWT dalam bahasa sendiri, dan menyerahkan diri di hadapan-Nya. Atau bisa juga dibuat santai dan diam-diam dalam hati seseorang.
Karena Islam merupakan cara (jalan) hidup (way of life), ada do’a-do’a untuk setiap aspek kehidupan kita. Nabi Muhammad SAW, telah mengajarkan umat Islam untuk melakukannya, mulai dari sebelum makan, untuk pergi ke kamar mandi, untuk mengendarai mobil, untuk meninggalkan rumah. Pokoknya ada Du’a atau do’a untuk setiap kegiatan dan kesempatan.
Bibliotheque:
1. Kekuatan Doa Dalam Penyembuyhan (http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=cybermed|0|0|5|155)
2. “The Healing Power of Prayer” karya Chet Tolson dan Harold Koenig.
3. “The Faith Factor: An Annotated Bibliography of Clinical Research on Spiritual Subject” karya Larson, Dale Mathew, dan Constance Barry
4. “The Spiritual Brain” karya Mario Beauregard, Ph.D & Denyse O’leary
5. Blepharospasm From Wikipedia, the free encyclopedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Blepharospasm)
Sumber: MINA
PENGAWAL KHILAFAH --- Kekuatan do’a untuk penyebuhan penyakit. Dalam buku “The Healing Power of Prayer” (Kekuatan Penyembuhan dari Do’a), Chet Tolson dan Harold Koenig menjelaskan sifat do’a, manfaat restoratif, cara mengatur do’a, dan banyak lagi.
‘Kedokteran, operasi, dan metode-metode lain dokter membawa ke dalam proses penyembuhan yang penting,’ kata para pemimpin medis dan rohani. “Namun, Anda memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyembuhan Anda sendiri melalui doa.” Jadi jangan lewatkan keajaiban do’a.
Para pemuja kemajuan teknologi kedokteran banyak yang meragukan bahkan sinis terhadap peran do’a bagi kesehatan dan kesembuhan. Namun, semakin banyak riset dilakukan untuk membuktikannya. Jika bukan suatu kebetulan, seberapa besar kontribusi do’a dan bagaimana kesembuhan bisa terjadi?
Di rumah sakit tertentu kita bahkan menjumpai orang-orang seperti penulis pernah lihat di Rumah Sakit Islam di Jakarta, sebagian ustadz atau rohaniwan berkeliling ke ruang-ruang perawatan untuk mendoakan para pasien. Mereka bukan sanak famili pasien, tetapi rutin datang berkunjung hanya untuk mendoakan.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam atau mengaku beragama dan menyebut diri sebagai bangsa religius, tetapi juga di negara-negara Barat yang dikenal sekuler.
Sudah ratusan juta lebih umat Muslim dari seluruh dunia hingga hari ini melakukan ibadah haji sebagai pelaksanaa rukun Islam yang kelima dan umrah mengikuti jejak Rasulullah SAW khususnya dan sekaligus berdoa umumnya di depan Ka’bah di Majidil Haram, Mekah dan di Raudah di mesjid Nabawi, di Medinah.
AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH MERUPAKAN OBAT YANG PALING MUJARAB
Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah yang shahih adalah merupakan penyembuh dan obat yang paling dahsyat dan sangat mujarab dan bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seharusnya kita sebagai umat muslim, pengikut Rasulullah Muhammad SAW tidak berpaling dan meninggalkannya pengobatan dengan A-Qur’an untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di masa sekarang ini. (Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-‘Iraqi)
Kata Ibnul Qayyim: “BERPALINGNYA MANUSIA DARI CARA PENGOBATAN NUBUWWAH SEPERTI HALNYA BERPALINGNYA MEREKA DARI PENGOBATAN DENGAN AL-QUR`AN, YANG MERUPAKAN OBAT BERMANFAAT.”(At-Tibun Nabawi, hal. 6, 29).
Maka Seorang muslim tidak pantas menjadikan pengobatan nabawiyyah hanya sebagai pengobatan alternatif. Justru seharusnya pengobatan tibun nabawiyyah dia menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kebenaran dan kepastiannya datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui perantara Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pengobatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang didapatkan dengan tibun nabawi. Pengobatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersumber dari wahyu dan diyakini kesembuhannya. Sedangkan pengobatan selain dari Nabi hanyalah dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba.
Bagi orang Kristen dari seluruh dunia juga sudah jutaan orang mungkin sampai sekarang mengunjungi Lourdes di Perancis untuk berdoa memohon kesembuhan kepada Allah, mengikuti jejak Bernadeth Soubirous yang melakukannya tahun 1858.
Efek klinis positif
Keajaiban dan mukjizat tampaknya masih terjadi manakala teknologi kedokteran dan pengobatan modern semakin canggih, sehingga bangsa-bangsa sekuler di Dunia Baratpun terus meyakini kekuatan do’a bagi kesehatan dan kesembuhan.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Medical School tahun 1998 memperkirakan 35 persen orang Amerika Serikat (AS) berdo’a bagi kesehatan mereka dan 69 persen di antaranya menyatakan doa-sangat menolong. Angka ini sangat besar dibandingkan jumlah yang percaya bahwa mengunjungi dokter akan lebih menolong.
Tahun 2002 studi lebih luas dilakukan oleh National Institute of Health, AS, dan menemukan 43 persen orang AS berdoa bagi kesehatan mereka sendiri, dan 24 persen lainnya berdoa bagi orang lain.
Survei nasional Amerika Serikat yang dilakukan tahun 2005 menemukan mayoritas, yaitu 73 persen, perawat yang bertugas di ruang pasien kritis mengaku berdo’a di tempat mereka bekerja. Sidney Kimmel Comprehensive Cancer Center di John Hopkins University bahkan telah dirancang sebagai “intensive prayer unit“ (unit do’a intensif ).
Dalam The Faith Factor: An Annotated Bibliography of Clinical Research on Spiritual Subject karya Larson, Dale Mathew, dan Constance Barry dilakukan review mendalam tentang 158 studi medis mengenai efek agama terhadap kesehatan. Hasilnya, 77 persen memperlihatkan efek klinis yang positif.
Banyak penelitian membuktikan bahwa ketika seseorang mengalami ketegangan atau stres, ia menjadi lebih rentan terhadap penyakit fisik, penderitaan mental dan emosional, serta kecelakaan. Otak, rambut, kulit, mulut, paru, jantung, sistem pencernaan, organ reproduksi, ginjal otot, adalah beberapa bagian tubuh yang dipengaruhi langsung oleh stres. Stres selain menimbulkan penyakit, juga terbukti memperlambat proses kesembuhan.
Otak yang merupakan pusat kehendak dan keyakinan memiliki hubungan langsung dengan sistem penyembuhan alamiah tubuh. Otak secara otomatis dan kontinyu berkomunikasi timbal balik dengan sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, dan semua sistem organ pokok dengan melepaskan hormon dan bahan kimia lainnya dari set-set saraf.
Otak juga berkomunikasi dengan sel-sel kekebalan dalam darah melalui hormon dan protein darah lainnya, yang disebut sitokin. Otak juga mengirim sinyal pada saraf tulang belakang dan memerintahkannya untuk memperlambat atau mempercepat transmisi rasa sakit. Ilmuwan menduga bahwa peran otak tersebut harus ada supaya kehidupan sosial, psikologis, dan spiritual terhubung dengan tubuh fisik, sehingga semuanya bekerja sama untuk menghasilkan kesembuhan.
“Suatu depresi mental, kecemasan yang hebat, atau kekakuan yang disebabkan rasa bersalah atau kebencian tampaknya telah menutup jalur kesembuhan alamiah. Di sinilah do’a berperan,” ujar Chester L.Tolson dan Harold G.Koenig dalam bukunya The Healing Power of Prayer.
Mengapa do’a berperan dalam kesembuhan? Do’a yang banyak diartikan sebagai dialog, penyerahan, dan permohonan tulus kepada Allah SWT, penting dilakukan supaya terjadi sinergi yang melibatkan Allah, pasien, dokter/penyembuh, dan ilmu pengetahuan demi kesembuhan total. Sekadar catatan, healing berasal dari kata Anglo-Saxon yang berarti “untuk membuat utuh”. Mengingat penyakit kebanyakan disebabkan oleh pikiran, kesembuhan total/utuh tidak akan terjadi tanpa memulihkan kondisi pikiran.
Membersihkan jalur komunikasi otak kita ketika berdoa
Isi pikiran negatif yang menjadi penyebab stres atau ketegangan merupakan faktor sangat penting untuk diatasi dalam proses penyembuhan. Do’a ibarat kita menelepon kekasih. Agar dialog dapat berlangsung jelas dan bermakna, saluran harus bersih. Isi pikiran yang negatif itulah pengganggu saluran komunikasi kita dengan Allah SWT.
Bagaimanapun, manusia terdiri dari bagian yakni tubuh, pikiran, dan roh. Rileksasi (dalam Islam berniat yang ikhlas) merupakan cara yang penting untuk dilakukan sebelum kita berdoa. Ada orang yang membedakan antara meditasi dengan do’a. Jika doa disebut sebagai pertemuan atau dialog dengan Allah SWT, meditasi dianggap sebagai refleksi mendalam yang memungkinkan seseorang terhubung dengan alam semesta.
Namun, alat kedokteran yang objektif ternyata merekam kedua aktivitas tersebut sebagai sesuatu yang hamper sama sama. Ketika orang yang melakukan meditasi menghalau semua pikiran dari benak, ternyata aktivitas dalam amygdala (bagian otak yang memantau lingkungan dari ancaman dan mencatat ketakutan) diredam.
Sirkuit lobus parietal (bagian otak yang menyesuaikan diri dengan ruang, menandai perbedaan tajam antara diri dan dunia) menjadi tenang pula. Sirkuit lobus frontal dan temporal (bagian otak yang menandai waktu dan membangkitkan kesadaran diri) dapat dilepaskan.
Dengan keadaan seperti itu, orang yang bermeditasi menjadi sangat rileks, sehingga memungkinkannya untuk bersatu dengan alam semesta. Pendek kata, dari hasil penelitan, terjadi perubahan radiologis di dalam otak ketika seseorang melakukan meditasi ala Tibet.
Perubahan yang sama ternyata terjadi pula pada biarawati Fransiskan yang otaknya di monitor menggunakan SPET-scanning. Ketika melakukan doa mendalam hingga merasakan kehadiran Allah, otak biarawati tersebut menunjukkan perubahan seperti yang terjadi pada para pelaku meditasi ala Tibet.
Apa yang dapat kita catat dari hasil riset tersebut? Bahwa ada upaya ilmiah untuk membuktikan pengaruh do’a terhadap otak manusia.
Kaitan antara spiritualitas dan kesehatan
Dalam buku The Spiritual Brain karya Mario Beauregard, Ph.D & Denyse O’leary dijelaskan bahwa para ilmuwan menawarkan dua pendekatan spiritualitas:
- Pertama, pendekatan yang melihat spiritualitas sebagai produk sampingan perkembangan otak, sehingga kaitan antara spiritualitas dan kesehatan adalah kebetulan belaka.
- Kedua, pendekatan yang melihat spiritualitas baik bagi manusia karena meningkatkan kesehatan secara evolusioner.
Dr. Herbert Benson dari Harvard Medical School, Amerika Serikat, adalah perintis bidang yang dikenal sebagai pengobatan meths mind/body. Pendiri Harvard’s Mind/Body Medical Institute di Boston’s Deaconess Hospital ini berdasarkan pengamatan terhadap pasien akhirnya sampai pada keyakinan: “Bahwa tubuh kita mendapatkan keuntungan dari latihan bukan sekadar otot, melainkan kekayaan utama yang berada di dalam diri manusia: keyakinan, nilai-nilai, pikiran, dan perasaan. Saya ingin mengeksplorasi faktor-faktor tersebut karena para filsuf dan ilmuwan berabad-abad telah melakukan dan menempatkannya sebagai sesuatu yang tak terlihat dan tidak terukur, sehingga banyak studi disebut tidak ‘ilmiah’.
“Saya ingin mencoba karena, lagi dan lagi, pasien-pasien saya seringkali mengalami kemajuan dan kesembuhan dan tampaknya tergantung pada spirit serta keinginan mereka untuk hidup. Saya tidak dapat mengabaikan bahwa pikiran manusia maupun keyakinan yang sering kita kaitkan dengan jiwa, memiliki manifestasi fisik,” ungkap Dr. Herbert Benson.
Sejumlah ahli menyebut kaitan antara spiritualitas dan kesehatan sebagai placebo effect (efek kesembuhan yang dihasilkan dari obat yang tidak mengandung obat, tetapi diyakini sebagai obat). Setelah melakukan berbagai review, Benson menyimpulkan efek spiritualitas terhadap kesehatan jauh lebih besar dibanding perkiraan yang pernah dibuat pakar-pakar sebelumnya, sekitar 30 persen.
Menurut Benson, efek spiritualitas terhadap kesehatan sekitar 70-90 persen dari keseluruhan efek pengobatan. Artinya, pasien yang berdasarkan perkiraan meths memiliki harapan sembuh 30 persen atau bahkan 10 persen ternyata bisa sembuh total. Tentu tidak semua ilmuwan setuju dengan kesimpulan tersebut.
Beragam hasil riset tentang doa
Banyak riset telah dilakukan oleh para ilmuwan, khususnya di negara negara Barat, tentang manfaat do’a dan religiositas bagi kesehatan, penyembuhan, maupun kasus bunuh diri. Sejumlah riset membuktikan antara lain bahwa orang yang tidak religius ataupun tidak mendapatkan intervensi doa, lebih tinggi risikonya untuk melakukan bunuh diri, lebih rendah tingkat kesembuhan dari penyakit, lebih tinggi risikonya untuk mengalami sakit, dan lebih rentan terhadap penyakit.
Berikut ini contoh hasil riset yang pernah dilakukan:
• Sebuah riset longitudinal (8-10 tahun) yang dilakukan oleh Robbins dan Metzner terhadap 2.700 orang membuktikan bahwa angka kematian pada kelompok yang rajin berdoa atau beribadah lebih rendah dibanding dengan kelompok yang tidak rajin.
• Riset yang dilakukan oleh Zuckerman, Kals, dan Ostfield terhadap warga lanjut usia pun membuktikan hal yang sama: kelompok lansia yang lebih rajin berdoa terbukti lebih panjang umur dibandingkan dengan yang tidak rajin berdoa.
• Penelitian yang dilakukan Cancerellaro, Larson, dan Wilson terhadap para pecandu alkohol, narkotika, dan pasien gangguan jiwa skizofrenia (gila) membuktikan karena rendah/tak adanya komitmen terhadap agama. Riset juga membuktikan bahwa terapi atau pengobatan yang diberikan kepada mereka berhasil secara optimal bila disertai terapi do’a.
• Barry Rosenfeld dan kawan-kawan dari Fordham University dan William Breitbart dari Memorial Sloan Kettering Cancer dalam riset yang dipublikasikan tahun 2003 membuktikan adanya efek spiritualitas terhadap rasa putus asa pasien penyakit kanker terminal (dianggap tak dapat disembuhkan lagi). Riset membuktikan bahwa spiritualitas menawarkan proteksi atau memberikan efek penyangga dalam melawan keputusasaan pada pasien yang menganggap hidupnya akan segera berakhir.
• Riset lain juga membuktikan adanya kaitan antara sistem imun dengan tingkat spiritualitas dan kondisi emosi.
Tiga ilmuwan mengukur tingkat spiritualitas dan interleukin-6 (IL-6) pada darah pasien penyakit kanker terminal. Terbukti adanya kaitan antara tingkat fungsi imun tubuh dengan suasana hati yang baik dan IL-6. Sebagai catatan, IL-6 adalah protein pada sel-sel yang bekerja untuk mengatur fungsi sistem imun tubuh.
• Tahun 1998 sebuah studi di California menemukan bahwa enam bulan setelah didoakan secara diam-diam ternyata tingkat kesehatan pasien AIDS terbukti membaik secara signifikan bila dibandingkan tingkat kesehatan kelompok pasien AIDS yang tidak didoakan.
• Tahun 2002, hasil studi yang dilakukan terhadap 39 pasien di ICU membuktikan, mereka yang didoakan bisa keluar dari rumah sakit lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak didoakan, walaupun mendapatkan pengobatan yang lama.
Banyak ilmuwan semakin yakin tentang manfaat doa bagi kesehatan, dan riset masih terus dilakukan dengan mencermati beragam sisi.
Doa Memohon Kesembuhan
Sebetulnya dalam setiap agama tidak ada doa khusus penyembuhan yang dibakukan. Itu sebabnya setiap praktisi penyembuhan bisa mengucapkan doa-doa yang berbeda, walaupun harapan mereka sama: pasien sembuh.
Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyembuhkan penyakit tsb
Hal tersebut merupakan kalimat yang pernah diucapkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam memuji-Nya, “DAN APABILA AKU SAKIT, DIALAH YANG MENYEMBUHKANKU.” (AL QUR’AN, SURAH ASY-SYU’ARA`: 80).
Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, Sp.KJ, selain obat ia juga memberikan kiat penyembuhan sebagai berikut:
• Bertobat
• Yakin Allah yang menyembuhkan.
• Menyadari bahwa penyakit adalah cobaan, karenanya perlu kesabaran.
• Bersikap rida dan melakukan penghapusan dosa.
• Percaya bahwa dalam kesukaran pasti ada kemudahan.
• Menenangkan jiwa.
• Berdoa sebelum dan sesudah minum obat.
• Berdoa sesudah sembuh.
• Berzikir dengan membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, hasbalah, istighfar, dan lafadh baaqiyaatush shaalihat.
Tiga istilah umum untuk Do’a dalam Islam:
Untuk orang yang berbahasa Inggris kata (pray) berdo’a berlaku untuk semua kegiatan ritual (Sholat, Zikr dan Do’a), sedangkan untuk umat Islam memiliki 3 kata yang berbeda dalam bahasa Arab yang mencakup pemahaman yang lebih luas dari do’a dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk seorang Muslim, setiap tindakan yang baik yang dia lakukan, baik berkomunikasi dengan Allah SWT, menjadi sukarelawan kemanusiaan atau sukarelawan di sebuah bank (badan amal yang membagikan) makanan untuk fakir miskin, berbicara melawan ketidakadilan, atau meminta bantuan Allah SWT, pada dasarnya adalah tindakan Do’a.
Zikr (Peringatan): Zikr adalah istilah Arab untuk mengingat Allah SW, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Hal ini tidak terbatas pada do’a dan ibadah yang umat Islam lakukan di sajadah lima kali sehari, melainkan lebih dari itu. Zikr adalah keadaan pikiran. Semua kata-kata pujian untuk memuji dan mengagungkan nama Allh SWT serta memuji kemuliaan Allah, memuji Atribut-Nya, Kesempurnaannya, Kekuasaannya. Seseorang dapat mengucapkan kata kata itu dengan lidah atau mengatakannya secara diam-diam dalam hati, yang dikenal sebagai Zikr atau mengingat Allah SWT.
Mengingat Allah adalah dasar dari perbuatan baik. Nabi Muhammad SAW, berkata, “Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dan orang yang tidak mengingat-Nya, adalah seperti itu yang hidup dan yang mati”(Riwayat Bukhari dan Muslim)..
Sholat (Ritual Doa): Sholat adalah nama untuk sholat wajib yang dilakukan lima kali sehari atau sholat sunah yang dapat dilaksanakan kapan saja, dan yang merupakan sarana hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada otoritas hirarki dalam Islam, sehingga sholat biasanya dipimpin oleh orang terpelajar yang tahu Al Qur’an dan Hadist, yang dipilih oleh jemaah. Bacaan do’a dalam sholat lima waktu berisi ayat-ayat dari Al-Qur’an, dan dikatakan dalam bahasa Arab, bahasa Wahyu.
Dalam kehidupan sehari-hari Seorang Muslim dijadwalkan lima kali sholat fardhu (wajib) harian. Dimulai dengan bangun sebelum matahari terbit dan berdo’a Fajr (Sholat Subuh), lalu Sholat Zuhr di tengah hari, Sholat Ashar di sore hari, Sholat Maghrib setelah matahari terbenam, dan Sholat Isya sebelum tengah malam. Ada Sholat (do’a) pilihan lain (sunah) yang seorang Muslim dapat melakukan pada waktu lain di siang dan malam. Nabi Muhammad, SAW melaksanakan Sholat Tahajjud berdoa setiap hari sebelum fajar.
Du’a (Doa): Nabi Muhammad SAW, berkata, ‘Du’a (do’a) adalah inti ibadah’ (Riwayat Tirmidhi). “Allah, yang paling Penyayang dari semua yang telah menyayangi, memahami dan mengetahui semua kekhawatiran dan kegelisahan di dalam hati kita bahkan sebelum kita merasakannya. Tetapi Dia masih mendorong kami untuk meminta-Nya langsung untuk apa saja melalui do’a.”.
Do’a dapat dilakukan dengan mengangkat tangan ke arah langit, memohon bantuan Allah SWT dalam bahasa sendiri, dan menyerahkan diri di hadapan-Nya. Atau bisa juga dibuat santai dan diam-diam dalam hati seseorang.
Karena Islam merupakan cara (jalan) hidup (way of life), ada do’a-do’a untuk setiap aspek kehidupan kita. Nabi Muhammad SAW, telah mengajarkan umat Islam untuk melakukannya, mulai dari sebelum makan, untuk pergi ke kamar mandi, untuk mengendarai mobil, untuk meninggalkan rumah. Pokoknya ada Du’a atau do’a untuk setiap kegiatan dan kesempatan.
Bibliotheque:
1. Kekuatan Doa Dalam Penyembuyhan (http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=cybermed|0|0|5|155)
2. “The Healing Power of Prayer” karya Chet Tolson dan Harold Koenig.
3. “The Faith Factor: An Annotated Bibliography of Clinical Research on Spiritual Subject” karya Larson, Dale Mathew, dan Constance Barry
4. “The Spiritual Brain” karya Mario Beauregard, Ph.D & Denyse O’leary
5. Blepharospasm From Wikipedia, the free encyclopedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Blepharospasm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar