(Ust. Yakhsyallah Mansur)
Menjawab
keraguan tentang kemungkinan bersatunya umat Islam di bawah seorang Imam atau
Khalifah, Dr. yusuf Qardlawi dengan tegas mengatakan bahwa kesatuan umat Islam
adalah realita dan pasti akan terwujud, bukan sebuah khayalan (uthopia).
Di
dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah La Wahn”, beliau
menyebutkan 6 kriteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan umat Islam.
1. Menurut
Logika Agama
Al-Qur’an
di dalam beberapa ayat menyebutkan bahwa kaum Muslimin adalah “Ummah” bahkan
“Ummatan Wahidah”, bukan “Umaman” (beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada
surat Al-Baqarah: 143, Ali Imran: 110, Al-Anbiya’: 92, Al-Mu’minun: 52.
Sedangkan di dalam sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak
sekali hadits yang menjelaskan
pengertian umat sebagaimana disebutkan:
“Semua
umatku akan masuk surge kecuali yang tidak mau.” (HR.Bukhari).
2. Menurut
Logika Sejarah
Umat
Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah dalam masa hamper seribu tahun
dan meliputi daerah yang sangat luas, mulai dari China di sebelah timur dan
Andalusia (Spanyol) di sebelah barat. Walau pun pernah pula muncul beberapa
khalifah dan ada sebagian wilayah yang memisahkan diri, namun secara umum umat
Islam tersebut masih merasa bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan
dari umat yang satu. Hal ini dikarenakan tujuan mereka satu, musuh mereka satu,
masalah mereka satu dan beberapa unsur lain yang mengharuskan mereka tetap
bersatu.
3. Menurut Logika Geografis
Dengan
kehendak Allah Subhana Wa Ta’ala, umat Islam menempati negeri-negeri yang
saling berdekatan dan sambung-menyambung antara satu dengan yang lainnya, mulai
dari Jakarta di sebelah Timur hingga Rabbah al-Fath (Maroko) di sebelah barat
atau mulaidari Samudera Pasifik ke Samudera Atlantik.
4. Menurut
Logika Realita
Secara
realita umat Islam adalah umat yang satu. Hal ini kita lihat ketika sebagian
umat Islam menderita maka sebagian yang lain ikut merasakan penderitaan itu.
Dalam kasus Masjid Al-Aqsha (Palestina) misalnya, kita lihat seluruh umat Islam
di mana saja bangkit memberikan bantuan kepada Mujahidin yang berusaha
membebaskan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman Zionis – Yahudi.
Begitu
juga kasus Bosnia Herzegovina, dengan penuh perhatian kaum Muslimin seluruh
dunia mengikuti perkembangan perjuangan Muslimin dari hari ke hari dan
memberikan bantuan apa saja yang mereka butuhkan.
Setelah
dunia Arab kalah dalam pertempuran melawan Israel pada tahun 1967, maka ketika
dibuka pendaftaran sukarelawan untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman
Israel, orang yang paling banyak mendaftar adalah kaum Muslimin Pakistan.
Sementara itu di dalam jihad di bumi Afghanistan melawan komunis Rusia,
kebanyakan Mujahidin yang dating adalah kaum muslimin Arab, Afrika, Eropa dan
Amerika.
Sampai
saat ini para khatib seluruh dunia Islam senantiasa memanjatkan do’a pada
setiap Jum’at untuk kebaikan, kesejahteraan dan kemuliaan negeri-negeri Islam
seluruh dunia.
5. Menurut
Logika Non Muslim
Orang-orang
non Muslim tidak menjadikan realita perpecahan dan perselisihan yang terjadi di
kalangan umat Islam sebagai bukti bahwa
umat Islam telah berpecah-belah. Mereka tetap menganggap bahwa umat Islam itu
adalah satu umat. Apabila terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriyah saja
tetapi perasaan mereka tetap satu.
6. Menurut
Logika Manfaat dan Tuntunan Zaman
Seandainya
perwujudan umat Islam dalam arti yang sebenarnya tidak ada menurut logika
agama, maka sesuai logika manfaat dan tuntutan zaman, realita kehidupan dan
persepsi orang non Muslim, maka sesuai dengan logika manfaat dan tuntutan
zaman, wajib bagi kita menciptakan dan mengusahakan kesatuan umat Islam. Karena
mustahil umat Islam akan mampu bersaing di era teknologi canggih ini secara
sendiri-sendiri sementara itu kita saksikan Negara-negara industry maju
bekerjasama untuk menciptakan produk-p;roduk tercanggih yang sejalan dengan
teknologi terkini.
Pada
masa lalu umat islam memiliki seorang khalifah yang dapat mengajak umat Islam
untuk bertindak bersama-sama dalam mengahadapi problematika yang mereka hadapi.
Mereka yang lemah dapat meminta pertolongan kepada khalifah apabila ada yang
mengganggu. Hal ini menyebabkan musuh-musuh Islam berfikir panjang apabila
hendak mengganggu umat Islam. Namun hari ini umat Islam tidak memiliki seorang
khalifah yang melindungi mereka. Umat Islam telah melakukan kesalah besar dalam
menyia-nyiakan institusi khalifah dan tidak mampu mewujudkan gantinya. Aib
(kesalahan) ini adalah kesalahan umat Islam bukan kesalahan Islam, karena Islam
telah mempersatukan umatnya dan mensyari’atkan tuntunan yang dapat mewujudkan
kesatuan mereka dan memelihara keselamatan mereka.
Allah
Subhana Wa Ta’ala telah mewajibkan kerja keras dalam menggapai cita-cita
sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada mereka sendiri.” (QS. Ar-ra’d: 11).
Usaha
yang paling fundamental untuk mewujudkan persatuan umat adalah dengan
menegakkan institusi Khilafah/ Imamah, karena dengan adanya Khilafah/ Imamah,
umat Islam dapat bersatu.
Dengan
dibai’atnya seorang Imamul Muslimin, berarti umat Islam telah memiliki imam
kembali. Apa bila dalam pembai’atan tersebut atau dalam perjalanan ke-Imamahan
sesudahnya dipandang terdapat berbagai kekurangan, maka tugas umat Islam
bersama untuk menyempurnakannya. Karena masalah Imam bukan masalah yang harus
diperebutkan tetapi masalah kewajiban syari’at. Siapa pun yang dibai’at asal
memenuhi syari’at maka yang lain wajib membai’atnya dan menthaatinya.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila
diangkat untuk memimpin kamu seorang budak yang terpotong hidungnya, saya
(Yahya bin Hushain) mengira, dia (Ummu hushain) berkata: “yang hitam”, selama
memimpin kamu dengan kitab Allah maka
dengarlah dan tha’atlah.” (HR. Muslim dari Yahya bin Hushain).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar