Rabu, 30 Mei 2012

MUNGKINKAH UMAT ISLAM BERSATU?



(Ust. Yakhsyallah Mansur)
Menjawab keraguan tentang kemungkinan bersatunya umat Islam di bawah seorang Imam atau Khalifah, Dr. yusuf Qardlawi dengan tegas mengatakan bahwa kesatuan umat Islam adalah realita dan pasti akan terwujud, bukan sebuah khayalan (uthopia).

Di dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah La Wahn”, beliau menyebutkan 6 kriteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan umat Islam.
1.      Menurut Logika Agama
Al-Qur’an di dalam beberapa ayat menyebutkan bahwa kaum Muslimin adalah “Ummah” bahkan “Ummatan Wahidah”, bukan “Umaman” (beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada surat Al-Baqarah: 143, Ali Imran: 110, Al-Anbiya’: 92, Al-Mu’minun: 52. Sedangkan di dalam sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak sekali hadits yang menjelaskan  pengertian umat sebagaimana disebutkan:
“Semua umatku akan masuk surge kecuali yang tidak mau.” (HR.Bukhari).

2.      Menurut Logika Sejarah
Umat Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah dalam masa hamper seribu tahun dan meliputi daerah yang sangat luas, mulai dari China di sebelah timur dan Andalusia (Spanyol) di sebelah barat. Walau pun pernah pula muncul beberapa khalifah dan ada sebagian wilayah yang memisahkan diri, namun secara umum umat Islam tersebut masih merasa bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari umat yang satu. Hal ini dikarenakan tujuan mereka satu, musuh mereka satu, masalah mereka satu dan beberapa unsur lain yang mengharuskan mereka tetap bersatu.

3.       Menurut Logika Geografis
Dengan kehendak Allah Subhana Wa Ta’ala, umat Islam menempati negeri-negeri yang saling berdekatan dan sambung-menyambung antara satu dengan yang lainnya, mulai dari Jakarta di sebelah Timur hingga Rabbah al-Fath (Maroko) di sebelah barat atau mulaidari Samudera Pasifik ke Samudera Atlantik.

4.      Menurut Logika Realita
Secara realita umat Islam adalah umat yang satu. Hal ini kita lihat ketika sebagian umat Islam menderita maka sebagian yang lain ikut merasakan penderitaan itu. Dalam kasus Masjid Al-Aqsha (Palestina) misalnya, kita lihat seluruh umat Islam di mana saja bangkit memberikan bantuan kepada Mujahidin yang berusaha membebaskan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman Zionis – Yahudi.
Begitu juga kasus Bosnia Herzegovina, dengan penuh perhatian kaum Muslimin seluruh dunia mengikuti perkembangan perjuangan Muslimin dari hari ke hari dan memberikan bantuan apa saja yang mereka butuhkan.
Setelah dunia Arab kalah dalam pertempuran melawan Israel pada tahun 1967, maka ketika dibuka pendaftaran sukarelawan untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel, orang yang paling banyak mendaftar adalah kaum Muslimin Pakistan. Sementara itu di dalam jihad di bumi Afghanistan melawan komunis Rusia, kebanyakan Mujahidin yang dating adalah kaum muslimin Arab, Afrika, Eropa dan Amerika.
Sampai saat ini para khatib seluruh dunia Islam senantiasa memanjatkan do’a pada setiap Jum’at untuk kebaikan, kesejahteraan dan kemuliaan negeri-negeri Islam seluruh dunia.

5.      Menurut Logika Non Muslim
Orang-orang non Muslim tidak menjadikan realita perpecahan dan perselisihan yang terjadi di kalangan  umat Islam sebagai bukti bahwa umat Islam telah berpecah-belah. Mereka tetap menganggap bahwa umat Islam itu adalah satu umat. Apabila terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriyah saja tetapi perasaan mereka tetap satu.

6.      Menurut Logika Manfaat dan Tuntunan Zaman
Seandainya perwujudan umat Islam dalam arti yang sebenarnya tidak ada menurut logika agama, maka sesuai logika manfaat dan tuntutan zaman, realita kehidupan dan persepsi orang non Muslim, maka sesuai dengan logika manfaat dan tuntutan zaman, wajib bagi kita menciptakan dan mengusahakan kesatuan umat Islam. Karena mustahil umat Islam akan mampu bersaing di era teknologi canggih ini secara sendiri-sendiri sementara itu kita saksikan Negara-negara industry maju bekerjasama untuk menciptakan produk-p;roduk tercanggih yang sejalan dengan teknologi terkini.

Pada masa lalu umat islam memiliki seorang khalifah yang dapat mengajak umat Islam untuk bertindak bersama-sama dalam mengahadapi problematika yang mereka hadapi. Mereka yang lemah dapat meminta pertolongan kepada khalifah apabila ada yang mengganggu. Hal ini menyebabkan musuh-musuh Islam berfikir panjang apabila hendak mengganggu umat Islam. Namun hari ini umat Islam tidak memiliki seorang khalifah yang melindungi mereka. Umat Islam telah melakukan kesalah besar dalam menyia-nyiakan institusi khalifah dan tidak mampu mewujudkan gantinya. Aib (kesalahan) ini adalah kesalahan umat Islam bukan kesalahan Islam, karena Islam telah mempersatukan umatnya dan mensyari’atkan tuntunan yang dapat mewujudkan kesatuan mereka dan memelihara keselamatan mereka.

Allah Subhana Wa Ta’ala telah mewajibkan kerja keras dalam menggapai cita-cita sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.” (QS. Ar-ra’d: 11).
Usaha yang paling fundamental untuk mewujudkan persatuan umat adalah dengan menegakkan institusi Khilafah/ Imamah, karena dengan adanya Khilafah/ Imamah, umat Islam dapat bersatu.
Dengan dibai’atnya seorang Imamul Muslimin, berarti umat Islam telah memiliki imam kembali. Apa bila dalam pembai’atan tersebut atau dalam perjalanan ke-Imamahan sesudahnya dipandang terdapat berbagai kekurangan, maka tugas umat Islam bersama untuk menyempurnakannya. Karena masalah Imam bukan masalah yang harus diperebutkan tetapi masalah kewajiban syari’at. Siapa pun yang dibai’at asal memenuhi syari’at maka yang lain wajib membai’atnya dan menthaatinya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila diangkat untuk memimpin kamu seorang budak yang terpotong hidungnya, saya (Yahya bin Hushain) mengira, dia (Ummu hushain) berkata: “yang hitam”, selama memimpin kamu  dengan kitab Allah maka dengarlah dan tha’atlah.” (HR. Muslim dari Yahya bin Hushain).




                                                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar