Sabtu, 24 Maret 2012

KURANG 5 MENIT, KAMI PUN MULAI BERGADAI



وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُواْ كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ
“Bila kalian berada dalam perjalanan (dan kalian bermuamalah secara tidak tunai), sedangkan kalian tidak mendapatkan juru tulis, maka hendaklah ada barang gadai yang diserahkan (kepada pemberi piutang).” (Qs. al-Baqarah: 283)


Pada akhir hayat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menggadaikan perisai beliau kepada orang Yahudi, karena beliau berutang kepadanya beberapa takar gandum.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: اِشْتَرَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَاماً نَسِيْئَةً وَرَهْنَهً درعَهُ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan (gandum) secara tidak tunai dari seorang Yahudi, dan beliau menggadaikan perisainya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan kedua dalil di atas, juga dalil-dalil lainnya, maka para ulama dari zaman dahulu hingga sekarang, secara global telah menyepakati bolehnya akad pegadaian. Hal ini sebagaimana  ditegaskan oleh banyak ulama.

Dan inilah kisahnya:
Di salah satu sudut Niyabah Jakarta Barat, tepatnya di Riyasah Kapuk, kemundziran Salembaran. Terjadi dialog singkat dan cepat tentang salah satu upaya nyata untuk mengeluarkan umat dari perkara riba'. 
Setahun yang lalu, wacana pegadaian syari'ah tingkat terendah (hanya di antara beberapa ikhwan) mengemuka sebagai solusi agar ikhwan tidak terperosok ke dalam riba' ketika meminjam uang. Kemudian wacana ini dilempar ke forum riyasah. Namun hingga kini hanya sebatas wacana.
Malam Minggu, 17 Maret 2012, dalam perbincangan kurang dari 5 menit, kami (Abu Dzakir, Jalaluddin dan Agus) menguatkan tekad untuk: 
  • semata-mata karena Allah, 
  • untuk melaksanakan 1 ayat saja, 
  • untuk membantu umat keluar dari riba',
 mengumpulkan dana spontan untuk mengumpulkan modal awal sekitar Rp. 500.000,- s/d  Rp. 1.000.000,-.


Perlu diketahui, bahwa ke-3 ikhwan ini memiliki kondisi ekonomi yang sangat minim :
  1. Abu Dzakir adalah seorang guru honoris Madrasah Ibtidaiyah yang belum resmi dengan penghasilan kurang dari Rp. 700.000,-/bulan.
  2. Jalaluddin adalah kepala keluarga yang kerja pagi pulang malam (penghasilan sangat langsing) dengan tunggakan biaya pendidikan anak-anaknya yang berjuta-juta.
  3. Agus adalah pekerja pabrik yang hari libur dan hari kerjanya seimbang jumlahnya.


Maka terkumpullah dana sementara spontan sebanyak :
Abu Dzakir        Rp.    5.000,-
Jalaluddin           Rp.  20.000,-
Agus                   Rp.    5.000,-


Jumlah                Rp.   30.000,-



Dani                    Rp.     5.000,-



Jumlah                Rp.    35.000,-




Hal ini dilakukan tanpa memikirkan akan terus berjalan atau akan terputus di tengah jalan. Hanya dengan BISMILLAH kami memulai. Inilah hal kecil yang kami lakukan untuk menghidupkan ekonomi syari'ah dalam kondisi ekonomi yang begitu mencekik. Allahuakbar!
(Abu Dzakir).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar