Oleh Muhaimin Iqbal
Semut adalah binatang khusus yang bukan hanya namanya disebut di Al-Qur’an, tetapi juga digunakan menjadi nama salah satu surat – yaitu Surat Semut (An Naml), surat ke 27. Sangat bisa jadi ada pelajaran besar yang Allah kehendaki agar kita belajar dari bangsa semut ini – yang belum seluruhnya bisa kita pahami. Pelajaran dari bangsa semut ini akan bertambah manakala kita bisa belajar dari dua sumber utamanya sekaligus, yaitu yang pertama melalui ayat-ayat yang tertulis dalam KitabNya. Yang kedua ya dengan mengamati kehidupan masyarakat semut itu sendiri.
Semut adalah makhluk sosial yang sangat disiplin dan tahu betul tugasnya. Semut-semut yang banyak kita lihat umumnya adalah semut pekerja yang seluruhnya betina. Semut jantan tidak berkeliaran karena tugasnya hanya satu yaitu mengawini ratu-nya.
Meskipun semut pekerja tersebut adalah semut betina, mereka amat sangat perkasa. Seekor semut betina rata-rata bisa mengangkat beban sampai 50 kali berat tubuhnya sendiri. Jadi bayangkan bila istri Anda yang mungil dengan berat tubuh hanya 50 kg, tetapi dia bisa mengangkat mobil ukuran sedang seberat 2.5 ton – maka itulah kurang lebih perumpamaan kemampuan semut betina pekerja ini !.
Semut juga merupakan makhluk yang taat komando dari pimpinannya dan mampu berkomunikasi dengan sesamanya secara baik. Ketaatan pada pimpinan dan kemampuan komunikasi ini diabadikan di Al-Qur’an : “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari" (QS 27 :18).
Kita memang tidak dikarunia kemampuan seperti nabi Sulaiman Alaihi Salam yang bisa memahami bahasa semut, tetapi kita tetap bisa belajar langsung dari bangsa semut ini. Anda bisa mempraktekkannya sendiri dan caranya tidak terlalu sulit.
Ambillah makanan yang manis dan taruh di tempat yang biasanya dikunjungi semut, insyaAllah tidak terlalu lama semut-semut tersebut akan berdatangan. Awalnya satu, dua, tiga dan seterusnya sampai terkumpul sejumlah semut yang cukup untuk mengangkat makanan tersebut.
Meskipun padat karya, mereka nampaknya bisa mengukur berapa jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk tugas membawa makanan ini. Tidak ada yang malas dan tidak ada yang menganggur, semua bekerja dengan satu misi yang sama.
Setelah mereka berhasil mengangkat makanan tersebut, mereka akan bergerak menuju sarangnya. Tetapi nanti dahulu, kadang perjalanan menuju sarang tersebut tidak selalu mulus. Perhatikan bagaimana semut-semut ini akan mengatasi halangan yang ada. Bila halangan terlalu besar, dia akan mengitari halangan tersebut – dia mencari jalan lain. Bila halangan tidak terlalu besar maka halangan akan ‘dilompati’ dengan cara mereka sendiri.
Sebelum mereka memutuskan apakah akan mengitari atau melompati halangan yang ada, mereka nampak berhenti dan mungkin berfikir, berdiskusi dengan teamnya – baru kemudian mengangkat kembali beban berat yang ada untuk solusi yang sudah disepakati bersama. Betapa cerdasnya mereka mengatasi halangan dan rintangan tersebut sehingga terlalu panjang bila saya uraikan detailnya disini.
Yang paling menarik adalah ketika semut-semut ini berhasil membawa makanan besar tersebut ke pintu sarangnya di akhir perjalanan. Apa yang mereka lakukan ?.
Dengan ukuran makanan yang jauh lebih besar dari pintu sarangnya, adakah mereka punya solusi untuk membawanya masuk ?. Ternyata tidak, semut-semut tersebut memang tidak berkeinginan membawa makanan besar tersebut masuk ke sarangnya. Ditinggalkannya makanan ini di pintu masuk sarangnya, untuk menjadi santapan semut-semut lain yang membutuhkannya.
Inilah rupanya salah satu pelajaran besar yang bisa kita petik, secara individu semut-semut tersebut nampaknya tahu betul bahwa dia hanya butuh sedikit saja untuk makannya. Tetapi mereka secara bersama-sama tetap bekerja keras, bersusah payah mengatasi segala halangan yang ada – agar semut-semut lain dapat makanan dengan cukup dan dengan mudah – di pintu sarangnya.
Kita bangsa manusia banyak juga yang mau bekerja keras mengatasi halangan dan rintangan, tetapi kita sering lupa bagian orang lain. Kita tahu bahwa akhirnya yang kita butuhkan sebenarnya juga hanya sedikit, tetapi kita tetap saja (berusaha) mencari begitu banyak untuk diri kita sendiri.
Kerja keras memang suatu keharusan, membangun kejayaan juga patut terus diupayakan – tetapi semua pencapian tersebut hendaklah digunakan seperti makanan semut tadi – untuk dapat dimanfaatkan oleh umat yang banyak. Inilah salah satu bentuk amal saleh yang sangat dibutuhkan umat ini, agar kita tidak diperdaya dan dijajah oleh umat lain. Agar maqasid syariah berupa iman, jiwa, pikiran, keturunan, kehormatan dan harta umat terjaga.
Maka tidak heran setelah ayat yang menceritakan semut-semut berbicara satu sama lain tersebut diatas, Allah memberikan petunjuknya tentang apa yang perlu kita lakukan : “maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS 27:19).
Pasti bukan kebetulan bila ayat tersebut senada dengan do’a yang dianjurkan untuk orang-orang yang telah mencapai usia 40 tahun : “…sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"”(QS 46 :15).
Jadi, yang kita butuhkan sekarang adalah masyarakat pekerja keras seperti kaum semut pekerja tersebut diatas. Mereka mensyukuri ‘nikmat’ kelebihan masing masing, ada yang diberi ilmu, ada yang diberi harta, ada yang diberi kekuatan fisik dlsb., mereka mensyukurinya dengan bekerja keras mengoptimalkan kelebihan masing-masing. Bukan untuk membangun kekayaannya untuk dirinya sendiri, tetapi agar menjadi amal saleh yang diridhai-Nya.
Di Al-Qur’an ada contoh-contoh yang pas untuk masing-masing peran, ada contoh untuk para pemimpin, ada contoh untuk para pendidik, ada contoh untuk suami, ada contoh untuk istri dan ada contoh untuk rakyat biasa yang rata-rata kaum pekerja.
Untuk saat ini umat sangat membutuhkan kekuatan ekstra untuk bisa membangun ketahanan ekonomi dan khususnya ketahanan pangan, maka keberadaan ‘semut-semut perkasa’ dari kaum pekerja seperti kita-kitalah yang sangat dibutuhkan. Semoga kerja keras kita bisa dicatat sebagai amal saleh yang diridhaiNya, Amin.
Semut adalah binatang khusus yang bukan hanya namanya disebut di Al-Qur’an, tetapi juga digunakan menjadi nama salah satu surat – yaitu Surat Semut (An Naml), surat ke 27. Sangat bisa jadi ada pelajaran besar yang Allah kehendaki agar kita belajar dari bangsa semut ini – yang belum seluruhnya bisa kita pahami. Pelajaran dari bangsa semut ini akan bertambah manakala kita bisa belajar dari dua sumber utamanya sekaligus, yaitu yang pertama melalui ayat-ayat yang tertulis dalam KitabNya. Yang kedua ya dengan mengamati kehidupan masyarakat semut itu sendiri.
Semut adalah makhluk sosial yang sangat disiplin dan tahu betul tugasnya. Semut-semut yang banyak kita lihat umumnya adalah semut pekerja yang seluruhnya betina. Semut jantan tidak berkeliaran karena tugasnya hanya satu yaitu mengawini ratu-nya.
Meskipun semut pekerja tersebut adalah semut betina, mereka amat sangat perkasa. Seekor semut betina rata-rata bisa mengangkat beban sampai 50 kali berat tubuhnya sendiri. Jadi bayangkan bila istri Anda yang mungil dengan berat tubuh hanya 50 kg, tetapi dia bisa mengangkat mobil ukuran sedang seberat 2.5 ton – maka itulah kurang lebih perumpamaan kemampuan semut betina pekerja ini !.
Semut juga merupakan makhluk yang taat komando dari pimpinannya dan mampu berkomunikasi dengan sesamanya secara baik. Ketaatan pada pimpinan dan kemampuan komunikasi ini diabadikan di Al-Qur’an : “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari" (QS 27 :18).
Kita memang tidak dikarunia kemampuan seperti nabi Sulaiman Alaihi Salam yang bisa memahami bahasa semut, tetapi kita tetap bisa belajar langsung dari bangsa semut ini. Anda bisa mempraktekkannya sendiri dan caranya tidak terlalu sulit.
Ambillah makanan yang manis dan taruh di tempat yang biasanya dikunjungi semut, insyaAllah tidak terlalu lama semut-semut tersebut akan berdatangan. Awalnya satu, dua, tiga dan seterusnya sampai terkumpul sejumlah semut yang cukup untuk mengangkat makanan tersebut.
Meskipun padat karya, mereka nampaknya bisa mengukur berapa jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk tugas membawa makanan ini. Tidak ada yang malas dan tidak ada yang menganggur, semua bekerja dengan satu misi yang sama.
Setelah mereka berhasil mengangkat makanan tersebut, mereka akan bergerak menuju sarangnya. Tetapi nanti dahulu, kadang perjalanan menuju sarang tersebut tidak selalu mulus. Perhatikan bagaimana semut-semut ini akan mengatasi halangan yang ada. Bila halangan terlalu besar, dia akan mengitari halangan tersebut – dia mencari jalan lain. Bila halangan tidak terlalu besar maka halangan akan ‘dilompati’ dengan cara mereka sendiri.
Sebelum mereka memutuskan apakah akan mengitari atau melompati halangan yang ada, mereka nampak berhenti dan mungkin berfikir, berdiskusi dengan teamnya – baru kemudian mengangkat kembali beban berat yang ada untuk solusi yang sudah disepakati bersama. Betapa cerdasnya mereka mengatasi halangan dan rintangan tersebut sehingga terlalu panjang bila saya uraikan detailnya disini.
Yang paling menarik adalah ketika semut-semut ini berhasil membawa makanan besar tersebut ke pintu sarangnya di akhir perjalanan. Apa yang mereka lakukan ?.
Dengan ukuran makanan yang jauh lebih besar dari pintu sarangnya, adakah mereka punya solusi untuk membawanya masuk ?. Ternyata tidak, semut-semut tersebut memang tidak berkeinginan membawa makanan besar tersebut masuk ke sarangnya. Ditinggalkannya makanan ini di pintu masuk sarangnya, untuk menjadi santapan semut-semut lain yang membutuhkannya.
Inilah rupanya salah satu pelajaran besar yang bisa kita petik, secara individu semut-semut tersebut nampaknya tahu betul bahwa dia hanya butuh sedikit saja untuk makannya. Tetapi mereka secara bersama-sama tetap bekerja keras, bersusah payah mengatasi segala halangan yang ada – agar semut-semut lain dapat makanan dengan cukup dan dengan mudah – di pintu sarangnya.
Kita bangsa manusia banyak juga yang mau bekerja keras mengatasi halangan dan rintangan, tetapi kita sering lupa bagian orang lain. Kita tahu bahwa akhirnya yang kita butuhkan sebenarnya juga hanya sedikit, tetapi kita tetap saja (berusaha) mencari begitu banyak untuk diri kita sendiri.
Kerja keras memang suatu keharusan, membangun kejayaan juga patut terus diupayakan – tetapi semua pencapian tersebut hendaklah digunakan seperti makanan semut tadi – untuk dapat dimanfaatkan oleh umat yang banyak. Inilah salah satu bentuk amal saleh yang sangat dibutuhkan umat ini, agar kita tidak diperdaya dan dijajah oleh umat lain. Agar maqasid syariah berupa iman, jiwa, pikiran, keturunan, kehormatan dan harta umat terjaga.
Maka tidak heran setelah ayat yang menceritakan semut-semut berbicara satu sama lain tersebut diatas, Allah memberikan petunjuknya tentang apa yang perlu kita lakukan : “maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS 27:19).
Pasti bukan kebetulan bila ayat tersebut senada dengan do’a yang dianjurkan untuk orang-orang yang telah mencapai usia 40 tahun : “…sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"”(QS 46 :15).
Jadi, yang kita butuhkan sekarang adalah masyarakat pekerja keras seperti kaum semut pekerja tersebut diatas. Mereka mensyukuri ‘nikmat’ kelebihan masing masing, ada yang diberi ilmu, ada yang diberi harta, ada yang diberi kekuatan fisik dlsb., mereka mensyukurinya dengan bekerja keras mengoptimalkan kelebihan masing-masing. Bukan untuk membangun kekayaannya untuk dirinya sendiri, tetapi agar menjadi amal saleh yang diridhai-Nya.
Di Al-Qur’an ada contoh-contoh yang pas untuk masing-masing peran, ada contoh untuk para pemimpin, ada contoh untuk para pendidik, ada contoh untuk suami, ada contoh untuk istri dan ada contoh untuk rakyat biasa yang rata-rata kaum pekerja.
Untuk saat ini umat sangat membutuhkan kekuatan ekstra untuk bisa membangun ketahanan ekonomi dan khususnya ketahanan pangan, maka keberadaan ‘semut-semut perkasa’ dari kaum pekerja seperti kita-kitalah yang sangat dibutuhkan. Semoga kerja keras kita bisa dicatat sebagai amal saleh yang diridhaiNya, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar