Senin, 05 September 2011

ARGUMEN WAKTU KA'BAH, KEMBALI KE 1 PIMPINAN WAKTU

Umat Islam sebenarnya sudah memiliki sistem tata waktu sendiri, yakni almanak Qammariyah-syamsiyah (lunar & solar system). Tapi justru banyak dilupakan oleh umatnya sendiri. Karena memang ilmu falak (sub geo astronomi). tidak begitu diminati.
Tata waktu syamsyiah (daily solar system), dimana rotasi bumi +/-24jam sehari, dan bumi mengelilingi matahari 365 hari. Tepatnya 365 hari 5jam 8 menit 48 detik. Sedangkan untuk almanak Qammariyah (lunar time system), dimana bulan mengelilingi bumi dengan menempuh waktu 29hari 12jam 44 menit 0.3 detik.
Pergantian hari untuk almanak syamsyiyah adalah pada tengah malam jam 00:00,

Sedangkan pertukaran hari pada almanak Qammariyah adalah pada petang hari. Sedang pergantian bulan ditandai dengan moon crescent (bulat sabit) yang tampak di ufuk barat. Sistem almanak hijriah ditetapkan oleh khalifah Umar ibn Khatab ra, pada 637 Masehi.
Kalau kita mengamati seluruh benda langit dalam konstelasi alam raya, ternyata tidak ada satupun benda langit yang bergerak dari arah kiri ke kanan seperti arah jam-jam yang kita pakai. Tetapi sebaliknya semua benda langit bergerak dari kanan ke kiri berlawanan dengan arah jarum jam.
Sedankan di alam mikro, semua lintasan seperti Thawaf, atletik, balap sepeda, balap mobil bergerak dari kanan ke kiri ("dilihat dari atas). Inilah yang kita sebut dengan "jam fitrah" .


Dalam urusan syariah, ibadah thawaf arah putarannya adalah ke kiri. dan sunah Rasul menyebutkan mendahulukan yang kanan. Tangan kanan menjadi simbol kebaikan. begitu juga untuk "urusan dalam" di dalam toilet.
Dalam melaksanakan ibadah Maddah, disebut pada QS al Hujurat 49:1 "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah maupun Rasul-NYA....dst". Maka jika kita beribadah mendahului waktu ka'bah (bait Allah) maka ibadahnya menjadi mubah.


Sejak kapan dunia "terbelah dua" ?
Sistim tata waktu Masehi yang kita pakai sekarang (kalender Gregorian), berkembang dan menetapkan garis tanggal international sebagai awal hari harus dimulai dari meridian 180 derajat Greenwich pada jam 00:00 tengah malam. Stanford Fleming (Canada) dan Charles F Dowd (Amerika) memperkenalkan sistem tata waktu GMT (Greenwich Mean Time) tahun 1883. Bumi dibelah menjadi dua bagian yakni meridian bujur timur dan meridian bujur barat. Dan Meridian 0 derajat diletakkan di Greenwich. Sejak saat itu dunia terbelah menjadi dua. Bujur timur melintasi Eropa, Asia, Australia sampai selat Bosporus. Sedangkan meridian barat melintasi atlantik, benua Amerika sampai selat Bosporus.
Mekkah berdasarkan pembagian meridian, terletak pada 40 derajat bujur timur. dan Indonesia terbentang dari 91 - 145 derajat bujur timur. Dan Jakarta pada posisi 106 derajat BT.

Nah apa yang terjadi ? Selisih waktu antara Jakarta dengan Mekkah/Baitullah adalah 4 jam lebih awal (mendahulu).
Jika di Jakarta jam 17:00 (ashr),
maka di Mekkah baru jam 13:00 (zuhur).


Dengan kata lain kita yg ada di Jakarta MENDAHULUI Shalat Ashar. Jika kita mengacu pada QS49:1 "Hai orang2 yg beriman, janganlah kamu mendahului Allah maupun Rasul-NYA....dst". Maka jika kita beribadah mendahului waktu ka'bah (bait Allah) maka ibadahnya menjadi mubah. Pertanyaannya apakah ini kita sadari?
Meski tata waktu GMT memenuhi persyaratan ilmiah, akan tetapi membuat ibadah kita menjadi mubah, karena kita tidak menggunakan/meninggalkan sistem tata waktu yang kita miliki sendiri. 
 
Tetapi kata "sa'ah" yang didahului oleh dengan "harf" hanya terdapat 24 tempat dalam 20 ayat yakni. Qs7:187, Qs9:117, Qs20:45, Qs15:85, Qs18:21, Qs19:75 dst.... Kata Sa'ah (baca:saat), yang berarti waktu pada al Qur'an ada 48 tempat.
Dari uraian tersebut diyakini pembagian jam dalam sehari adalah 24 sa'ah (jam). Adapun kata Syahr (baca: syharul (bulan) ditemukan sebanyak 12. Dalam artian secara explisit bahwa jumlah bulan kalender adalah 12 bulan.
Kemudian bagaimana dengan jumlah hari dalam satu minggu? dalam al Qur'an ada kata "sab'u" yg berkaitan dengan kata "samawat" terdapat 7 tempat. Sehingga jelas disini bahwa Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada orang2 beriman dalam hal membagi sistem waktu guna memudahkan setiap tindakan.

Ka'bah Universial Time Cordination.
Dalam konsep ini, posisi Ka'bah (kota Mekkah). Yang terletak pada meridian 40 derajat bujur timur, di tetapkan sebagai Meridian 0 derajat KUT. dan bola bumi tidak dibelah menjadi dua, tetapi hanya ada satu lintasan BK (bujur ka'bah).
Oleh karena arah rotasi bumi dari barat ke timur, maka "pergerakan nisbi" matahari jika dilihat darii bumi adalah dari timur ke barat.
Garis meridian No; Ka'bah ditetapkan sebagai garis pangkal bagi penentuan arah timur atau barat. (masyriki wal magribi).
Untuk menghindari anggapan trasformasi linear, dan juga dalam melaksanakan ibadah maddah tidak mendahului waktu di BaitAllah, maka meriadian garis bujur bergerak ke arah barat mlewati eropa, afrika, menyeberang samudra atlantk, benua amerika, australia, asia dan kembali BaitAllah.
Dengan sistim bujur kabah (BK), dbagi selissi waktu 1 jam dalam setiap 15 derajat BK. Karena sistim almanak Islam mengikuti calender Qammariyah, maka penggantian hari tidak dilakukan pada tengah malam. Tetapi dilakukan pada petang hari.
Wilayah waktu awal ditetapkan selebar 15 derajat dengan titik pusat di Ka'bah hingga 7,5 kearah timur dan 7,5 ke arah barat. Dengan konidis seperti ini, maka waktu awal akan terbentang melputi seluruh wilayah tanah arab dari Jerusalem sebelah barat, sampai Yaman disebelah timur. Waktu Awal meliputi seluruh tanah suci (jerusalem) maupun tanah Haram Mekkah al Mukaromah.
Jadi kordinat meridian waktu pangkal sebut saja waktu Ka'bah 352,5 derajat BK ~ 7,25BK dengan center 0 derajat di Ka'bah.
Jika umat Islam (khususnya di Indonesia), menerapkan sistim tata waktu Ka’bah Universal Time Cordination). Maka diyakini dan dipastikan tidak satupun umat muslim melaksanakan ibadah Maddah, medahului waktu BaitAllah. Dan ibadahnya menjadi halal dalam artian tidak mubah. Mengapa umat muslim (khususnya) yang berada di Indonesia melaksanakan ibadah (shalat) mendahului waktu Ka’bah ?
Jika di Mekkah jam 13:00 waktu Arab Saudi, di Jakarta jam 17:00 WIB pada hari yang sama. Maka Jelas sekali umat muslim Indonesia sudah melaksanakan shalat Ashar. Sedangkan umat muslim di Mekkah baru saja selesai shalat Dzuhur atau shalat Jum’at.
Jelas terlihat disini bahwa umat muslim di Jakarta mendahului shalat ashar di hari yang sama. Dan ini bertentangan dengan QS:49:1 Surat al Hujurat. “Yaa ay-yuhal ladziina aamanu laa tuqaddimmu bainaayadayillahi wa rosuulihi wattaqullaha, innAllaha sami’un alim”
(Hai orang yg beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya, dan bertaqwalah kepada Allah , sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui.
Indonesia secara geografis terbentng dari 950~ 141 derajat BT (sabang ~ merauke), menurut pembagian meridian yg digagas oleh Stanford Fleming dan Charles F Dowd pad tahun 1883. Tetapi menurut KUT meridan letak Indonesia adalah 305 ~ 259 derajat BK(bujur Ka’bah). Kota Jakarta yg terletak pada 106o BT, menurut KUT adalah 294 derajat BK.
Dalam hal ini berarti Jakarta (Indonesia) berada dibelakang meridian Ka’bah. Tepatnya -21 jam. Jika di Mekkah tanggal 24 April 2008, jam 13:00 WSA, maka di Jakarta Masih tanggal 23 April 2008 jam 17:00 WIB (tertinggal 21 jam). Dari sini jelas nampak bahwa umat muslim di Mekkah sudah tuntas melaksanakan shalat ashar tanggal 23 April 2008, shalat magrib, isya dan subuh tanggal 24 April 2008. Sedangkan umat muslim di Jakarta baru saja shalat ashar tanggal 23 April 2008. Dengan demikian Shalat yg dilakukan umat muslim di Jakarta tidak mendahului waktu shalat ka’bah.
Harap dicermati perjelasan diatas dengan cermat dan hati2. Sampai benar2 paham maksudnya. Mohon teman2 tidak bingung karena selama ini kita terbiasa memakai transformasi linear atas perbedaan waktu.
Penanggalan Islam yg menganut lunar system (qomariyah), adalah waktu yg diperlukan bulan mengitari bumi dalam satu lingkaran penuh adalah 29.5 hari (tepatnya 29,530579hari). Atau 29 hari 12 jam 44 menit 0.3 detik. Sebenarnya waktu yg diperlukan untuk menempuh lngkaran 360 derajat emngitari bumi adalah 27,32 hari. Mengapa demikian. Hal ini terjadi karena pengamatanya dilakukan dengan menandai dari buan purnama ke purnama berikutnya dari bumi.
Dalam kenyataan fisik satu lingkaran penuh orbit bulan terhadap bumi adalah 27.32 hari. Tetapi pada saat tersebut ternyata bulan belum nampak purnama penuh. Untuk dapat melihat purnama penuh di butuhkan aktu selama 2.210579 hari lagi, sehingga orbit bulan setelah menempuh 387 derajat atau 29,530579 hari barulah purnama penuh terlhat di bumi. Hal ini karena hukum pembiasan cahaya (hukum schnellius).
Adapun satu tahun Qomariyah terbagi dalam 12 bulan, agar jumlah rata-rata 29.5 hari, maka setiap bulan ditetapkan selang seling 29 dan 30 hari. Sehingga dalam satu tahun qomariah terdapat 354 hari.
Hal ini pun masih terdapat kekurangan 0.030579 hari perbulan. Untuk menutup kekuarangan dan mendapatkan akurasi yang tepat, maka setiap 11 tahun dilakukan penambahan 1 hari di bulan Zulhijah (bulan besar bulan haji).
Mengingat pengamatan purnama penuh sebagai tanda awal awal bulan sangat sulit dilakukan, Maka awal bulan / bulan baru ditentukan dengan munculnya hilal (bulan sabit).
Adjustment penambahan 1 hari setiap 11 tahun sekali di bulan Zulhijah inilah, yang sampai sekarang menjadi polemik yg tak terpecahkan dalam menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal.
Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi jika para ulama memahami KUTC (Ka’bah Universal Time Conrdination), dan tidak “perang” dalil terhadap apa yg bisa diamati oleh mata / alat bantu teropong.
Kelemahan dalam sistim kalender Qomariah, adalah sulit untuk menentukan khot- ul Qibla. Yakni menetukan arah pasti Qiblat secara akurat. Karena Khot-ul qibla di sistim kalender Qomariah tidak jatuh pada hari yang sama di setiap tahunya.
Arah pasti qiblat bisa ditentukan secara pasti dengan menggunakan kalender Gregorian atau populer disebut kalender Masehi. Karena khot-ul qibla jatuh pada hari dan jam yang sama setiap tahunnya.
Apakah Khot-ul qibla. Phenomena khot-ul qibla adalah saat terjadi panjang hari dan panjang malang tepat di atas Ka’bah (kota Mekkah). Dimana tepat pada jam 12:00 WSA, posisi matahari tepat 90 derajat di atas Ka’bah. Sehingga Ka’bah tidak ada bayanganya.
Ditempat lain, seluruh bayangan sinar matahari agar tepat satu garis dengan arah Ka’bah. Maka pada saat itulah kita dapat melakukan adjustment arah kiblat yang pasti dan akurat
Ibadah shalat dan puasa adalah ibadah yang sangat terkait pelaksanaannya dengan waktu. Sehingga bila dilakukan bukan pada waktu yang telah ditetapkan, ibadah itu menjadi tidak sempurna, bahkan bisa menjadi tidak syah. Waktu-waktu shalat dan puasa telah ditentukan secara detail dalam syariat Islam. Dan setiap orang dimana pun berada terikat dengan waktu dimana dia berada.

Waktu Shalat Subuh
Shalat Shubuh itu dimulai ketika munculnya syafaqul ahmar, yaitu mega yang berwarna merah di ufuk timur. Mega ini muncul jauh sebelum terbitnya matahari, yang menjadi batas berakhirnya waktu shubuh. Di dalam rentang waktu antara mega merah dan terbitnya matahari inilah shalat shubuh dilakukan. Keluar dari waktunya secara sengaja, tentu tidak bisa diterima shalatnya. Kecuali bila dalam kasus tertentu seperti orang yang bangun kesiangan.

Waktu Puasa
Demikian juga waktu untuk mulai dan berbuka puasa, sudah ditetapkan secara baku. Mulai dari masuknya waktu shubuh dan berakhir dengan terbenamnya matahari di ufuk barat. Dalam rentang waktu itulah puasa dilakukan.

Perbedaan Jam Di Musim Dingin Dan Musim Panas
Adanya pergerakan matahari dalam setahun dari lintang utara ke selatan dan kembali lagi ke utara menghasilkan efek perbedaan waktu terbit dan terbenamnya matahari pada wilayah sub tropis. Bahkan di wilayah kutub, perbedaan ini bisa menjadi sangat ekstrim.
Namun setiap muslim tetap terikat dengan ketentuan waktu yang telah ditetapkan berdasarkan peredaran matahari (terbit dan terbenamnya). Meski pun terjadi perbedaan panjang antara malam dan siang. Dimana pun seseorang berada di muka bumi ini, maka dia harus mengikuti jadwal ibadah shalat dan puasa sesuai dengan gejala peredaran matahari ini, meski pun setiap saat bisa berubah-ubah.
Barangkali pada musim panas, lamanya siang akan menjadi sangat panjang, karena bisa saja jam 03.00 pagi matahari sudah terbit. Dan baru terbenam jam 21.00 malam harinya. Sebaliknya, di musim dingin justru matahari terlambat sekali terbit, misalnya pada jam 08.00 dan sudah terbenam pada jam 16.00 sore harinya. Tetapi selama perbedaan waktu terbit dan terbenamnya matahari masih jelas terjadi dalam setiap harinya, jadwal shalat dan puasa tetap harus mengacu kepada peredaran matahari.
Kecuali untuk wilayah yang terlalu ekstrim, dimana matahari tidak terbit selama 6 bulan atau sebaliknya. Atau batas antara terbenam dan terbitnya matahari sangat singkat dan tidak sampai hilang mega merahnya, sehingga tidak bisa dipastikan kapankan masuk waktu Isya dna kapankah masuk waktu shubuh. Dalam kasus ini, para ulama dalam Majelis Majma' Al-Fiqh Al-Islami dan Hai`ah Kibaril Ulama telah menetapkan fatwa antara lain :

Pertama : 
Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada waktu
tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam sehari. Dalam
kondisi ini, masalah jadwal puasa dan juga shalat disesuaikan dengan jadwal
puasa dan shalat wilayah yang terdekat dengannya dimana masih ada pergantian
siang dan malam setiap harinya.

Kedua : 
wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar)
sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega
merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka
yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat 'isya'nya saja dengan waktu
di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah
maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa),
disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega
merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu.

Ketiga :  
Wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu
hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya.
Dalam kondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan
aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu
shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat
matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. "

Dalilnya adalah apa yang telah Allah SWT frimankan di dalam Al-Quran :

"Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid." (QS. Al-Baqarah :
187).
Sangatlah perlu bagi kita semua, khususnya bagi para ulama untuk “KEMBALI” kepada sistim tata waktu kalender Islam (ka’bah universal time cordination) yg selama ini terkesan di tinggalkan. Maka “perang” dalil dalam menentukan hari istimewa 1 Ramadhan, 1 Syawal tidak tidak akan terjadi lagi
Penentuan hari pertama puasa Ramadhan dan hari Idul Fitri setiap tahun menjadi condition stimulant di negeri Indonesia khususnya. Selalu diramaikan dengan silang pendapat dari dua kubu organisasi Islam. Dan kita terperosok pada konsep “amalku adalah amalku, amalmu adalah amalmu” sebagai implementasi “lakum dinukum walyadiin”, Ini bentuk semu menghargai pendapat orang lain sehingga terkesan bahwa umat Islam kelhatan rukun (ukhuwah). Tetapi ini adalah ukhuwah semu. Disisi lain silang pendapat dalam menentukan hari2 besar Islam (puasa dan lebaran) yg terjadi di setiap tahun justru mempertonton kebodohan umat muslim secara vulgar.
Merujuk pada hadist :”Perselisihan pendapat diantara umatku merupakan suatu rahmat”, untuk menghalalkan perbedaan pandang soal penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal di Indonesia, sama sekali tidak memiliki dasar yg kuat, karena terbelenggu pada unsur dogmatik primordialis turun menurun. Pada hal untuk menetapkan hari2 tsb sudah memiliki dasar ilmu falaq (geo Astronomi) yang baku dan sangat jelas. Yakni sistim tata waktu Islam (lunar and solar system calendar).

Dalam KONVENSI ISTAMBUL yang di hadiri oleh negera2 Islam, termasuk Indonesia, konvensi ini mengamanahkan bahwa: ”Apibila bulan sabit atau hilal sudah nampak di suatu negeri, berarti semua negeri sudah melihatnya”. Konvensi Istambul juga memberi mandat kepada Kerajaan Saudia Arabia sebagai pelayan tanah suci dan pemelihara Ka’bah, sebagai tempat standart untuk melihat hilal dan kemudian menyebarkan informasi keseluruh dunia. Masalahnya Hilal hanya bisa dilhat sempurna hanya di satu titik dibelahan dunia. Oleh karena itu tidak selalu hilal bisa dilihat dari Arab Saudi. Maka berdasarkan konsvensi Istambul, Negeri2 yg telah melihat hilal wajib melaporkan ke pemerintah Arab Saudia, dan kemudian informasi tsb disebar luaskan keseluruh dunia oleh pemerintah Arab Saudi.
Ketidakpatuhan umat muslim (khusus ulama Indonesia) pada konvensi Istambul inilah yg menyebabkan penentuan hari-hari besar Islam selalu terjadi perbedaan dan silang pendapat. Dan ketidakpatuhan terhadap konsvensi Istambul dipaksa halal oleh ulama dengan aneka Dalil dan hadist.
Hukum dan syarat dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah puasa adalah baku. Dan hukum ini adalah al Haq / absolut (kebenaran sejati). Berlaku dimana saja kecuali diderah ektrim dimana matahari hanya terbit 6 bulan sekali (kutub utara/kutub selatan) Yang menjadi pangkal masalah adalah “jatuh tempo” awal dan akhir yg ditafsir berbeda atas substansi hadirnya bulan sabit. Padahal yg diamati adalah satu benda langit yg sama.
Pada konsep KUTC, pelaksanaan ibadah maddah, tidak mengalami perubahan akibat fisik lintasan matahari. Akan tetapi mindset kita perlu attunement untuk tidak mendahului waktu ka’bah. Ddengan meyakini bahwa kita yg berada di Jakarta adalah 21 Jam dibelakang waktu Ka’bah.
Khusus untuk penentuan awal Puasa Ramadhan dan atau penentuan hari lebaran 1 Syawal merupakan titik kritis. Yang harus mendapat perhatian serius pada Umat Pada Lebaran tahun lalu, jelas dilaksanakan pada hari yg beda. Kelompok ormas tertentu. ada yg melaksanakan shalat Ied lebih awal satu hari dari tanggal Hisab di Kalender. Lalu apa yng terjadi, baru kemudian esok siangnya kita menyaksikan Shalat Ied di Mekkah lewat TV pada jam 11:00 di Jakarta. Jadi jelas ormas2 tsb mendahului shalat Ied lebih awal 1 hari. Sedangkan untuk shalat ied di hari yg sama dengan waktu ka’bah saja tidak bisa dikatakan afdol, karena masih mendahului waktu ka’bah sebanyak 4 jam (di Jakarta).
Perselisihan pendapat terjadi dari tahun ketahun soal awal ramdhan dan 1 syawal. Tetapi kita tidak pernah melihat perbedaan pendapat pada Hari Idul Adha. Lalu apa yang mendasari beda pendapat tersebut ? Hari nahar (qurban) merupakan satu proses ibadah haji. Dimana penentuan hari wukuf ditetapkan hanya oleh pemerintah Arab Saudi. Dengan menghitung hari wukuf terjadi beberapa hari setelah hilal bulan Zulhijah muncul. Ingat bulan Zulhijah setiap 11 tahun sekali ditambah 1 hari. Karena Hillal tidak selalu bisa terlihat dari Tanah Haram Makkah AlMuquromah, maka pemerintah arab saudi mendapat informasi pengamatan hilal dari seluruh dunia. Inilah kepatuhan ulama kerajaan Arab Saudi terhadap Konvensi Istambil.
Yang menjadi pertanyaan mengapa ulama negeri tercinta ini mengabaikan Konvensi Istambul dan meninggalkan Ka’bah universal time cordination ? Sehingga setiap tahun kita ribut soal awal puasa dan waktu shalat ied el fitr.
DR, Monzur Ahmed dengan sofware MoonCalc versi 6. Menyajikan perhitungan (hisab) penampakan Hilal dengan memakai konsep International lunar data line-ILDL, yg diperkenalkan oleh Prof.Dr Mohammed Ilyas pakar astronomi, berupa garis lengkung parabola tidur dengan puncak parabola mengarah ke timur. Dan secara pasti program ini di adopsi oleh NASA Geoastromi untuk mengamati seluruh peristiwa astronomi seperti gerhana matahari / bulan kapan akan terjadi dengan akurasi 0,8 detik. Deviasi 0.8 terjadi karena paralax pembiasan cahaya.
MoonCalc memberikan Hisab atas data waktu Hilal (bulan sabit) muncul dan area wilayah mana saja dibelahan dunia yg dapat melihat hilal (bulan sabit) dengan sempurna.
Dalam artian Hisab telah dilakukan, dan Ruqyat (pengamatan fisik) yang memastikan. Meski kita telah kembali menggunakan Ka’bah universal time cordination (kutc), yg berbasis pada kalender qomariyah - syamsiiya, yg populer diesebut kalender jawa/islam, Kita tetap tidak boleh meninggalkan sistim kalendar Gregorian (kalender masehi). Karena ke dua sistem kalender adalah asset dunia.
Jumlah hari dalam satu tahun berbeda 11 ari dimana kalender Islam lebih sedikti harinya (354 hari), maka Hari-hari besar Islam tidak jatuh pada hari yg sama pada kalender Gregorian.
Dalam sistim kalender manapun dikenal dengan tahun kabisat (long year). Tujuan adanya tahun kabisat adalah untuk melakukan koreksi agar tanggal hari memilki akurasi sepanjang masa.
Dalam kalender Jawa/Islam, tahun kabisat terjadi setiap 11 tahun sekali. Yaitu dengan menambahkan 1 hari pada bulan Dzulhijah. Berbeda dengan kalender Gregorian dimana tahun kabisat dengan memnempatkan bulan Februari sebanyak 29 hari.
Namun demikian kalender Gregorian jumlah hari dalam 1 tahun tidak tepat 365 Hari. Tepatnya 365,242217 Hari. Seingga memerlukan Koreksi pada 4 tahun sekali pada bulan februari dan setiap tahun kelipatan 100. Misalnya tahun 2100 yg akan datang, tidak akan disebut tahun Kabisat. Meski angka tahn habis dibagi 4. Tetapi tidak habis dibagi 400. Bisa ada cek di kalender abadi bahwa tahun 1700, 1800, 1900 dan 2100 tidak katakan sebagai tahun kabisat.
Akurasi kalender Jawa/Islam terjadi sepanjang zaman, karena koreksi dilakukan dalam jangka yang pendek yakni setiap 11 tahun sekali. Berbeda dengan kalender Gregorian, sepintas terlihat akurat. Namun pada tahun 3323 Masehi yg akan datang akan terjadi selisih 1 hari (data dari badan Hisab Dep. Agama RI). Jelasnya anak cucu cicit kita akan mengalami koreksi tanggal di tahun 3323 Masehi. Dimana kemungkinan yg paling mudah diperkirakan adalah tidak ada tanggal 31 Des 3323, Dalam arti setelah 30 Desember 3323 akan Jump ke tahun baru1 Januari 3324.
Namun Demikian Feature akurasi kalender Gregorian dapat umat muslim manfaatkan untuk melakukan Bearing arah ka’bah dengan akurat. Peristiwa ini disebut dengan Khat-ul Qibla, yang terjadi hanya dua kali dalam setahun Masehi, Yakni pada tanggal 28 Mei dan 15 Juli. Dimana posisi matahari tepat pada kordinat 40 derajat BT dan 21 derajat LU. (greenwich). Kordinat tsb adalah posisi kota Makkah. Dengan kata lain panjang siang dan malam di kota Makkah adalah sama persis,.
Pada saat jam 12:00 WSA, Matahari tepat 90 derajat diatas kota Makkah (Ka.bah). Sehingg Ka’bah pada saat itu tidak ada bayangan.
Untuk Jakarta Khat-ul Qibla pada tanggal 28 Mei akan terjadi pada jam 16:18WIB dan pada tanggal 15 Juli pada jam 16:27WIB. Semua bayangan matahari akan segaris dengan arah Kiblat.
Nah silahkan anda tunggu saat yg baik ini untuk ngelempengin sajadah tepat kearah koblat. Periksalah ulang surau, mesjid apakah arah kiblatnya sudah 100% tepat mengarah ka’bah.
Meski kita telah kembali menggunakan Ka’bah universal time cordination (kutc), yg berbasis pada kalender qomariyah - syamsiiya, yg populer diesebut kalender jawa/islam, Kita tetap tidak boleh meninggalkan sistim kalendar Gregorian (kalender masehi). Karena ke dua sistem kalender adalah asset dunia.
Jumlah hari dalam satu tahun berbeda 11 ari dimana kalender Islam lebih sedikti harinya (354 hari), maka Hari-hari besar Islam tidak jatuh pada hari yg sama pada kalender Gregorian.  Dalam sistim kalender manapun dikenal dengan tahun kabisat (long year). Tujuan adanya tahun kabisat adalah untuk melakukan koreksi agar tanggal hari memilki akurasi sepanjang masa.
Dalam kalender Jawa/Islam, tahun kabisat terjadi setiap 11 tahun sekali. Yaitu dengan menambahkan 1 hari pada bulan Dzulhijah. Berbeda dengan kalender Gregorian dimana tahun kabisat dengan memnempatkan bulan Februari sebanyak 29 hari. Namun demikian kalender Gregorian jumlah hari dalam 1 tahun tidak tepat 365 Hari. Tepatnya 365,242217 Hari. Seingga memerlukan Koreksi pada 4 tahun sekali pada bulan februari dan setiap tahun kelipatan 100. Misalnya tahun 2100 yg akan datang, tidak akan disebut tahun Kabisat. Meski angka tahn habis dibagi 4. Tetapi tidak habis dibagi 400. Bisa ada cek di kalender abadi bahwa tahun 1700, 1800, 1900 dan 2100 tidak katakan sebagai tahun kabisat.
Akurasi kalender Jawa/Islam terjadi sepanjang zaman, karena koreksi dilakukan dalam jangka yang pendek yakni setiap 11 tahun sekali. Berbeda dengan kalender Gregorian, sepintas terlihat akurat. Namun pada tahun 3323 Masehi yg akan datang akan terjadi selisih 1 hari (data dari badan Hisab Dep. Agama RI). Jelasnya anak cucu cicit kita akan mengalami koreksi tanggal di tahun 3323 Masehi. Dimana kemungkinan yg paling mudah diperkirakan adalah tidak ada tanggal 31 Des 3323, Dalam arti setelah 30 Desember 3323 akan Jump ke tahun baru1 Januari 3324.
Namun Demikian Feature akurasi kalender Gregorian dapat umat muslim manfaatkan untuk melakukan Bearing arah ka’bah dengan akurat. Peristiwa ini disebut dengan Khat-ul Qibla, yang terjadi hanya dua kali dalam setahun Masehi, Yakni pada tanggal 28 Mei dan 15 Juli. Dimana posisi matahari tepat pada kordinat 40 derajat BT dan 21 derajat LU. (greenwich). Kordinat tsb adalah posisi kota Makkah. Dengan kata lain panjang siang dan malam di kota Makkah adalah sama persis.
Pada saat jam 12:00 WSA, Matahari tepat 90 derajat diatas kota Makkah (Ka.bah). Sehingg Ka’bah pada saat itu tidak ada bayangan.
Untuk Jakarta Khat-ul Qibla pada tanggal 28 Mei akan terjadi pada jam 16:18WIB dan pada tanggal 15 Juli pada jam 16:27WIB. Semua bayangan matahari akan segaris dengan arah Kiblat.
Nah silahkan anda tunggu saat yg baik ini untuk ngelempengin sajadah tepat kearah koblat. Periksalah ulang surau, mesjid apakah arah kiblatnya sudah 100% tepat mengarah ka’bah.

Mengapa Penting KEMBALI pada tata waktu Ka’bah (KUTC) ?
Dalam literature disebut betapa pentingnya umat muslim “KEMBALI” berpedoman kepada sistim tata waktu Islam KUTC. Karena basis sistim merujuk pada al qur’an pada surat al hujurat QS:49:1 yg turun akibat perselisihan diantara umat muslim sebagai shab n-nuzul (sebab musabab) turunya ayat2 tersebut. Jka berpegang pada KUTC makan diyakini tidak terjadi perselisihan dalam menjalankan ibadah utamanya pada peristiwa2 penting (Puasa, Ied Fitri, Ied Adha, Ruq’ya Hillal dll).
Hadist diriwayatkan oleh imam Bukhari yang meriwayatkan sebuag hadist melalui Sanad ibnu Jura’j, yg bersumber dari Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Abdullah ibnu Zubaer (saksi mata), bahwa  seseorang telah datang ke Rasulullah SAW utusan dari Bani Tamim, Sahabat nabi Abubakar Ashidiq berkata: ”Jadikan Al Qo’qo ibnu Ma’bad sebagai emir bagi kaumnya”., Tetapi Usman ibnu Khatab mengusulkan Al Aqro ibnu Haabis sebagi emir Bani Tamim. Dari selisih pendapat inilah turun surat Al Hujurat. QS49.
Yg diurai diatas adalah sebagian hadist2 yg meriwayatkan tindakan Rasulullah yg membatalkan ibadah dan memerintah untuk mengulangi, karena mereka mendahului sebelum Rasulullah melaksanakan sendiri.
Mengingat Greenwich Meridian system yg membelah bola dunia menjadi dua, meridian negatip dan meridian positip telah digunakan secara syah mulai tahun 1884 berarti sudah lebih 100 tahun dipakai. Greenwich meridian di jadikan pedoman peta dunia dan memang harus diakui memiliki kebenaran absolute yg tak terbantahkan. Semua aktivitas perjalanan laut, udara, pendakian gunung, ruang angkasa. Mengacu pada Greenwich meridian. Meski asal mula metode ini berasal dari ilmu falaq yg lahir di timur tengah. Semua aktivitas lahiriah bisa di cakup oleh metode ini
Satu hal yg tidak dicakup dengan Greenwich meridian, adalah pelaksanaan ibadah Maddah bagi umat muslim. Maka pihak barat tidak menamakan (claim) tata waktu greenwich sebagai Greenwich Time Universal. (GTC), melainkan menamakanya dengan Greenwich Mean Time (
GMT). Meski GMT memiliki kebenaran absolut tak terbantahkan tetapi belum bisa dikatakan berlaku universal.
Menerima konsep KUTC dengan rujukan Ka'bah meridian system artinya umat islam menemukan kembali sistim waktu islam yg selama ini terlupakan atau ditinggal, karena pengembangan Greenwich meridian system telah maju pesat. Bahkkan standard waktu GMT sekarang ini sudah tergantikan dengan Zullu Time yg dikenal dengan Universal Time cordination (UTC) setelah ahli tehnik dan astronomi barat inten melakukan research dengan berhasil menciptakan jam super akurat yang dikenal dengan jam atom yg menggunakan cessium 133 pada dekade 1950an.
Jam yg ada di komputer kita dapat kita juga di sinkronisasikan dengan jam atom yng dihubungkan ke time server USNO (US naval observatorium) atau ke id.pool.ntp.org dan sinkronsisasi otomatis berkala setiap 7 hari sejak kita melakukan sinskronisasi pertam kali.
Dengan memahami konsep KUTC, dan mindset kita sepenuhnya memahami bahwa ibadah maddah (sembahyang, puasa, Qurban dll), dilakukan tidak mendahulu waktu Ka'bah, maka tidak ada lagi keragu-raguan atas ibadah yg dilakukan tidak mendahului dan rasa bebas dalam arti tidak mendahului rasul.
Sangat di pahami kita ada umat diantara kita yg menafsirkan KUTC hanyalah suatu trasformasi linear dari meridian +40 dijadikan meridian 0 derajat. Karena hal ini terbiasa menggunakan sistim waktu GMT sejak dini. Sehingga sulit untuk keluar dari kebiasaan yg telah dilakukan puluhan tahun.
Secara tehnologi memang harus kita akui bahwa tehnologi muslim jauh tertinggal dari tehnologi yang dicapai oleh pihak barat. Sehingga banyak menimbulkan kecemburuan kepada pihak barat. Dalam kurun 50 tahun kebelakang tidak satu pun tehnologi yg di patenkan oleh pihak muslim. Sehingga kita hanya menjadi user suatu tehnologi.
Kalaulah boleh di izinkan kita mengeluh, energi dan waktu kita hanya dihabiskan untuk "perang dalil", ribut silang pendapat setiap soal penentuan waktu awal puasa dan hari shalat ied. berkutat cemburu dengan pihak barat. Sehingga kita tidak memiliki investasi apapun untuk kontribusi bagi kemaslahatan kehidupan di Bumi.

Terima kasih kepada Mas Baruklinting yang telah mempost...
Ni adalah rangkuman yang bisa saya sampaikan..

Salam

Syamsul 

1 komentar:

  1. MANUSIA ITU SIFATNYA LUPA NI'MAT. KETIKA MEREKA MELUPAKAN NI'MAT, MAKA MEREKA SENDRI YANG MEMETIK SUSAHNYA. ISLAM ITU ADALAH AGAMA CENTRAL, AGAMA YANG TERPIMPIN DALAM SEGALA ASPEKNYA. BAIK IBADAHNYA, MUAMALAHNYA, BAHKAN WAKTUNYA.

    BalasHapus