Sabtu, 17 September 2011

HIDAYAH ITU MELALUI MUALLAF TIONG HUA

Berguru Dengan Ust. Abu Thoro

Di Masjid Al Musyarafah, aku dan H. Abdurrahman (Alm.), bahu membahu menjadi pengurus masjid. H. Abdurrahman selaku ketua DKM-nya. Aku merangkap sebagai imam, muadzin, bendahara dan lain-lainnya. Kala itu, titel Sarjana Agama telah kusandang. Dan di masjid inilah aku kenal dengan sosok Ust. Muhammad Sahlan Abu Thoro (Alm.), da'i yang aktif mengasuh beberapa majlis taklim di beberapa masjid di Kapuk ini.
Di antaranya: Mushollah Nurul Jannah (sekarang masjid), Masjid Al Furqan, Masjid Baitul Mutaqin, dan beberapa masjid lainnya. Beliau mengaku jebolan Perguruan Tinggi Dakwah Islam, sebagai asisten dosen.

Ust. Abu Thoro memiliki prinsip dakwah yaitu "menyampaikan yang haq bukan memaksa yang haq". Dakwah bil hal, dakwah dengan pengamalan. Karakter taklimnya adalah penyampaian dalil dan lebih menekankan murid-muridnya menghafal dalil. Materi belum berganti jika dalil yang dibahas belum dihafal oleh para murid. Bahkan pernah taklim selama 2 bulan dengan tema hanya QS. Al-Baqarah: 208.

Sama halnya tentang kewajiban hidup berjama'ah bagi seorang muslim. Ust. Abu Thoro tidak pernah menyampaikan wajibnya berjama'ah imamah, wajibnya bai'at imarah (pemimpin muslimin), atau tentang khilafah. Yang beliau ajarkan hanya menghafal dalil yang kemudian hari ku ketahui bahwa dalil-dalil itu adalah dalil jama'ah imamah yang saling berkaitan. Seperti: Ali Imran (3): 102-110, Al-Baqarah (2): 208, An-Nisaa'(4): 59, Al-Maidah (5): 56-57, At-Taubah (9): 111 dan banyak lagi. Beliau lebih menekankan bahwa kita adalah "Khairu Ummah". Khairu Ummah adalah impian yang menjadi spirit bagi kami untuk menjadi ummat yang lebih baik dari ummat yang lain.

Melalui Muallaf Tiong Hua
Di dalam asuhan Ust. Abu Thoro, maka aku pun kenal dan akrab dengan ikhwan Abdullah Jabir yang lebih awal menjadi murid beliau. Abdullah Jabir adalah muallaf keturunan Tiong Hua yang awalnya beragama Budha. Ia bekerja di bidang bengkel las, sama keahliannya dengan Ust. Abu Thoro. Saat itu ia belum menguasai ilmu nahwu shorof, bahkan masih belajar membaca Al Qur'an.

Namun, ilmu tentang jama'ah imamah justeru aku dapat dari Abdullah Jabir. Pikirku, mungkin karena Ust. Abu Thoro dan Abdullah Jabir sama-sama di bidang las, Ust. Abu Thoro lebih sering berdialog khusus jama'ah imamah kepada muridnya yang satu ini. Dan ternyata Abdullah jabir cocok dengan faham itu.

Setelah ikhwan Abdullah jabir menyampaikan wacana jama'ah imamah, mulailah beliau mengajakku taklim ke Ponpes Al-Fatah di Cileungsih, Bogor, markaz pusat Jama'ah Muslimin (Hizbullah). Dari Kapuk Jakarta Utara kami berboncengan motor ke Cileungsih. Dalil ilmu jama'ah imamah yang disampaikan di taklim pusat itu ternyata adalah dalil-dalil yang telah kuhafal selama ini, dalil-dalil yang diajarkan Ust. Abu Thoro.

Sekitar dua hingga tiga kali aku mengikuti taklim di Cileungsih, akhirnya Ikhwan Abdullah Jabir yang telah berbai'at 2 bulan sebelumnya bertanya kepadaku: "Bagaimana? Sudah paham?"
"Sudah," jawabku.
"Tunggu apa lagi (untuk berbai'at)?"

Maka hari itu pula (tahun 1982) aku putuskan untuk berbai'at. Dan aku berbai'at langsung dengan Imam Jama'ah Muslimin (Hizbullah), Muhyidin Hamidi.

Ternyata Orang Dekat Imam
Setelah itu, mulailah kutahu bahwa Ust. Abu Thoro adalah salah satu orang dekat Imam. Imam mendjulukinya "golongan yang sedikit", yaitu termasuk dari da'i-da'i militan yang dimiliki oleh Jama'ah Muslimin. Ia dekat dengan Imam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) tapi memilih tinggal jauh dari Imam, tidak tinggal di lingkungan pusat. Dan beliau adalah adik dari Ust. Murtadho, duta Jama'ah Muslimin (Hizbullah) yang diutus untuk menyelidiki "apakah telah ada Jama'ah Muslimin yang sesuai Al Qur'an - Sunnah di dunia ini sebelum Jama'ah Muslimin (Hizbullah)" di sekitar 45 negara. Karena tak boleh ada 2 Imam dalam satu masa, maka berikanlah haq pada Imam yang dibai'at pertama. Sebagai bukti bahwa Ust. Abu Thoro adalah orang kepercayaan Imam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) adalah ketika kalangan Syi'ah mengajak dialog. Maka Imam mengamanati Ust. Abu Thoro mewakili Jama'ah Muslimin. Dialog itu terjadi di Jl. Persatuan Guru di daerah Tanah Abang, Jakarta.

(Dikisahkan oleh Ustad H. Idham Hamzah, SA , ikhwan Riyasah Kapuk, Niyabah Jakarta Barat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar