Senin, 05 September 2011

SANG TUMENGGUNG YANG TERSERET HIDAYAH


Dakwah Yang Menegangkan

Saat itu tahun 1978, aku dan ustadz Hasyim Halimi (alm) harus menghadiri undangan ceramah dalam rangka Walimatul Walad di kediaman Bapak Ismail dengan mengadakan dakwah Islam (pengajian) secara terbuka di desa Sidomakmur Labuhan Maringgai. Dihadiri oleh undangan dari berbagai kalangan antara lain para 'alim, tokoh adat dan tokoh masyarakat serta kaum Muslimin pada umumnya. Jarak dari Markaz Muhajirun Natar kurang lebih 150 km.


Bapak Ismail termasuk orang yang ditokohkan oleh masyarakat setempat dan dengan kendaraan motor aku bersama Ust. Hasyim Halimi berangkat, tapi entah mengapa perasaan menjadi berat sekali, ketika aku baru berjalan ke luar Muhajirun (tepatnya di jembatan Tanjung Kemala) aku hentikan motor, sepertinya ada beban berat yang aku rasakan dalam perjuangan ini, tanpa terasa air mataku mengalir, saat itu aku hanya mengadu dan pasrah sepenuhnya pada Allah, "Ya Allah aku ridha kepadamu apapun yang akan terjadi dan menimpa diriku dalam perjuangan di jalan Mu, Ya Alla aku pasrah sepenuh jiwa ragaku, Hasbunallah wa nikmal wakil, nikmal maula wan nikman nashir." Kemudian tenanglah hatiku dan kulanjutkan perjalanan.

Malam itu, ketika acara dimulai tampak banyak sekali tamu undangan yang hadir: Lurah, tokoh masyarakat, muslimin dan muslimat memenuhi halaman rumah. Namun firasatku menangkap ada sesuatu yang tidak beres, sehingga terpaksa aku memberi saran  dan arahan bahkan terkesan mendikte Ust. Hasyim Halimi yang sebenarnya beliau adalah guruku, aku katakan pada beliau: "Mohon maaf, Ustadz, nanti bicaranya lurus dalil saja, biar nanti saya yang menguraikan!" Alhamdulillah, beliau menerima saranku. Malam itu beliau menguraikan ayat dan dalil apa adanya.

Pada acara kata sambutan dari Pak Lurah, akan tetapi Lurah yang bernama Setia Budi, penduduk asli desa Tebing Labuhan Meringgai menolak ketika diminta sambutannya dengan berkata: "Nanti saja, saya belakangan!" dengan nada angkuh. Apa maksudnya? Aku tidak mengerti. Prasangka burukku, apakah ia akan mementahkan uraian-uraian kami atau apa? Aku menduga-duga dan baru kali ini ada Lurah yang enggan dan menolak memberikan sambutan dengan berkata seperti itu.

Ketika Ust. Hasyim ceramah, ada tiga orang yang datang, kemudian aku tahu dia adalah KUA Kecamatan Labuhan Meringgai, staf KORAMIL dengan seragam lengkap sengaja memamerkan kewibawaannya sebagai tentara dengan menaruh senjata api di atas meja persis di depanku, kemudian satu lagi tokoh adat dan Ketua Ranting Muhammadiyah yang bernama Tumenggung Asnawi.

Setelah Ust. Hasyim selesai maka giliranku berbicara di atas mimbar. Seperti ada yang menuntun lidahku, dalam membuka ceramah aku katakan: "Alhamdulillah di jaman Orde Baru ini Pemerintah dengan program PELITA telah menetapkan pelita pertama adalah pembangunan mental, sebagai orang Islam sudah barang tentu pembangunan mental itu, artinya membangun aqidah dan akhlak. Oleh karenanya, pengajian seperti ini dan kehidupan keagamaan harus digalakkan. Beda dengan jaman Orde Lama dulu, lebih-lebih pada masa prolog G30SPKI, hanya orang-orang PKI yang tidak suka terhadap pengajian seperti ini, bahkan mereka akan berusaha mencegah dan menghalanginya."

Aku tidak tahu ternyata penjelasanku secara tidak langsung menyindir mereka karena di kemudian hari aku tahu bahwa KUA, Staf KORAMIL dan tokoh adat sekaligus Ketua Ranting Muhammadiyah Tumenggung Asnawi atas perintah Ketua Muhammadiyah Kabupaten Lampung Tengah bersekongkol untuk membubarkan pengajian malam itu, dengan alasan karena mubalighnya dari Jama'ah Muslimin (Hizbullah).

Ternyata benar firasatku merasa tidak enak sejak awal keberangkatan, dan saat aku ceramah, Tumenggung Asnawi mendengarkan dengan serius kata demi kata sambil merokok terus menerus tanpa henti. Tiba-tiba Kepala KUA mengajak Tumenggung Asnawi keluar, mungkin ada yang ia bicarakan berdua, tapi tidak lama kemudian kembali masuk dan duduk serius mendengarkan ceramahku sampai akhir. Setelah acara selesai, Tumenggung Asnawi mendatangiku dan berkata: "Kalau saja tidak ada tamu, saudara saya ajak diskusi sampai pagi," katanya. Aku hanya diam dan senyum heran, kok ada orang bertipe seperti ini.

Alhamdulillah, usai taklim malam itu ada 19 orang yang menyatakan berbai'at, termasuk beberapa pengurus masjid dan madrasah serta asatidz, malam itu langsung dibentuklah Riyasah Labuhan Meringgai lengkap dengan Masjid dan madrasahnya, alhamdulillah.

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An Nahl (16): 125)


Bai'atnya Tumenggung Asnawi

Kira-kira sepekan kemudian setelah ceramah kami di desa Sidomakmur dan bai'atnya 19 ikhwan serta dibentuknya Riyasah baru itu, datanglah Ketua Ranting Muhammadiyah Tebing Labuhan Meringgai Lampung Tengah, Tumenggung Asnawi ke Muhajirun, markaz Wilayah Jama'ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Lampung. Ia datang sendiri ingin mengajak diskusi dengan Jama'ah Muslimin (Hizbullah), rupanya dia penasaran dengan ceramah kami berdua di desanya waktu itu.

Dengan gaya khasnya dia duduk di depan Waliyul Imam Ust. Saefuddin (alm.) dan staf wilayah sambil mengeluarkan sesuatu dari dompet kemudian dibantingnya di atas meja dan berkata: "Saya orang Muhammadiyah, ini kartu anggota saya! Saya mau ajak bapak-bapak diskusi!" Maka diskusi pun dilayani dengan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan menggunakan dalil sampai dia sendiri kehabiosan hujjah (alasan), tapi belum juga menyerah, kemudian berkata: "Baiklah, pertemuan kali ini saya cukupkan sampai di sini dulu, tapi lusa, saya akan kembali lagi!"

Benar memang, pada hari yang ia janjikan dia datang lagi dengan mengajukan beberapa sanggahan, tetapi selalu dijawab dengan hujjah dan dalil yang menjadikan dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi, alias "TKO". Akhirnya, tanpa pikir panjang lagi dia berkata: "Baiklah, sekarang juga saya mau bai'at!". Subhanallah!


Berakhirlah petualangan sang Tumenggung untuk mencari kebenaran, disertai dengan tangis tersedu-sedu karena terharu. Begitulah jika Allah telah memberikan dan membukakan hidayah-Nya kepada seseorang, meskipun awalnya Tumenggung Asnawi diperintahkan untuk mengobrak-abrik pengajian Jama'ah Muslimin (Hizbullah), pada akhirnya ia mendapatkan hidayah Allah. Allahuakbar! Allahuakbar! Walillahil hamdu!


إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً
"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah . Tangan Allah di atas tangan mereka , maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar." (QS. Al Fath (48): 10).




(Diceritakan oleh Ust. Abul Hidayat Saerodjie dalam bukunya: "BALADA SEORANG DA'I")

Tidak ada komentar:

Posting Komentar