Oleh: Surya Fachrizal Ginting
(PENGAWAL KHILAFAH) -- Suyitno baru sebulan di Gaza saat terjadi
serangan Zionis – Israel terhadap Gaza 14-21 Nopember 2012 lalu. Saat
itu ia mendapat kabar dua anaknya dirawat di rumah sakit karena tidak
bisa buang hadats. Satu anaknya sembuh, satu lagi meninggal dunia.
"Walaupun saya di sana, saya tidak bisa mencegah kematian," ucap
Suyitno, lelaki 46 tahun asal Cileungsi, Jawa Barat yang hingga kini
menjadi relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) membangun
Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza, Palestina.
Senasib dengan Suyitno, seorang relawan tim konstruksi MER-C lainnya, Bukhari Muslim juga mendapat kabar tentang bapaknya meninggal dunia karena serangan jantung. Tapi keduanya tetap tinggal di Gaza dan tetap semangat bekerja.
Suyitno dan Bukhari adalah bagian dari 27 orang relawan Tim Konstruksi RSI yang akan menetap di Gaza hingga akhir 2013. Dan, mereka bekerja tanpa dibayar sepeserpun.
Ketua Tim Konstruksi RSI, Nur Ikhwan Abadi mengatakan, dari 27 orang itu terdapat dua orang insinyur, enam orang mekanik listrik, dan sisanya adalah tukang dan kenek bangunan.
Kata Ikhwan, syarat utama setiap relawan RSI adalah niat untuk beramal shalih membantu rakyat Gaza dengan membangun rumah sakit. Bukan untuk mencari uang. Mereka juga harus punya keahlian dan mempunyai paspor.
"Mereka tidak punya uang untuk membantu Palestina, tapi mereka punya keahlian," kata Ikhwan.
Kata Ikhwan, mereka didatangkan dari Indonesia untuk menyelesaikan pembangunan tahap dua RSI. Pembangunan tahap satu, yakni pondasi struktur telah dimulai sejak 2011 oleh kontraktor dan tenaga tukang dari Gaza.
"Dengan mendatangkan relawan dari indonesia kita bisa hemat biaya 20 persen," kata Ikhwan.
Kata Ikhwan, bahan-bahan bangunan tersedia di Gaza dan harganya juga sama dengan di Indonesia. Cuma bisa naik tiga kali lipat jika ada perang. Tapi tenaga tukang yang mahal, katanya. Upah tukang ahli sekitar Rp. 500 ribu per hari, dan kenek Rp. 100 ribu per hari.
Kata Ikhwan, targetnya para relawan akan menyelesaikan RSI hingga akhir 2013. Mereka memang tidak digaji, tetapi keluarga mereka mendapat uang belanja secukupnya dari MER-C.
Selain karena keahlian, para relawan yang dibawa ke Gaza juga yang kuat beragama. Selama berada di RSI, Hidayatullah selalu melihat mereka shalat berjamaah, shalat sunnah, puasa sunnah, dan taklim selepas shalat subuh. Salah seorang di antaranya bahkan menjadi muadzin masjid setempat yang berlokasi dekat RSI.
Warga setempat juga sangat hangat menyambut para relawan RSI. Setiap habis Shalat Jumat selalu saja ada undangan makan siang dari warga Gaza untuk relawan RSI.
Kata Ikhwan, umumnya orang Gaza tidak ada yang percaya para relawan RSI bekerja tanpa digaji. Mereka sangka para relawan digaji 2000 dolar AS per bulan.
"Mereka bilang, hal seperti ini hanya ada di zaman Rasulullah," kata Ikhwan menirukan ucapan seorang kepala laboratorium konstruksi di Gaza.
HIDAYATULLAH
Senasib dengan Suyitno, seorang relawan tim konstruksi MER-C lainnya, Bukhari Muslim juga mendapat kabar tentang bapaknya meninggal dunia karena serangan jantung. Tapi keduanya tetap tinggal di Gaza dan tetap semangat bekerja.
Suyitno dan Bukhari adalah bagian dari 27 orang relawan Tim Konstruksi RSI yang akan menetap di Gaza hingga akhir 2013. Dan, mereka bekerja tanpa dibayar sepeserpun.
Ketua Tim Konstruksi RSI, Nur Ikhwan Abadi mengatakan, dari 27 orang itu terdapat dua orang insinyur, enam orang mekanik listrik, dan sisanya adalah tukang dan kenek bangunan.
Kata Ikhwan, syarat utama setiap relawan RSI adalah niat untuk beramal shalih membantu rakyat Gaza dengan membangun rumah sakit. Bukan untuk mencari uang. Mereka juga harus punya keahlian dan mempunyai paspor.
"Mereka tidak punya uang untuk membantu Palestina, tapi mereka punya keahlian," kata Ikhwan.
Kata Ikhwan, mereka didatangkan dari Indonesia untuk menyelesaikan pembangunan tahap dua RSI. Pembangunan tahap satu, yakni pondasi struktur telah dimulai sejak 2011 oleh kontraktor dan tenaga tukang dari Gaza.
"Dengan mendatangkan relawan dari indonesia kita bisa hemat biaya 20 persen," kata Ikhwan.
Kata Ikhwan, bahan-bahan bangunan tersedia di Gaza dan harganya juga sama dengan di Indonesia. Cuma bisa naik tiga kali lipat jika ada perang. Tapi tenaga tukang yang mahal, katanya. Upah tukang ahli sekitar Rp. 500 ribu per hari, dan kenek Rp. 100 ribu per hari.
Kata Ikhwan, targetnya para relawan akan menyelesaikan RSI hingga akhir 2013. Mereka memang tidak digaji, tetapi keluarga mereka mendapat uang belanja secukupnya dari MER-C.
Selain karena keahlian, para relawan yang dibawa ke Gaza juga yang kuat beragama. Selama berada di RSI, Hidayatullah selalu melihat mereka shalat berjamaah, shalat sunnah, puasa sunnah, dan taklim selepas shalat subuh. Salah seorang di antaranya bahkan menjadi muadzin masjid setempat yang berlokasi dekat RSI.
Warga setempat juga sangat hangat menyambut para relawan RSI. Setiap habis Shalat Jumat selalu saja ada undangan makan siang dari warga Gaza untuk relawan RSI.
Kata Ikhwan, umumnya orang Gaza tidak ada yang percaya para relawan RSI bekerja tanpa digaji. Mereka sangka para relawan digaji 2000 dolar AS per bulan.
"Mereka bilang, hal seperti ini hanya ada di zaman Rasulullah," kata Ikhwan menirukan ucapan seorang kepala laboratorium konstruksi di Gaza.
HIDAYATULLAH
subhanallah
BalasHapus