Jakarta, 26 Shafar 1434/8 Januari
2013 (PENGAWAL KHILAFAH) – Ketua Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (Institute
for Research and Community Empowerment/IRCE) Yulizar Sanrego mengatakan ada
ketidakadilan di jenis mata uang kertas, Miraj News Agency melaporkan Senin di
Jakarta.
"Ada sesuatu yang tidak adil
dalam jenis mata uang sekarang," kata Yulizar dalam acara Seminar Ikatan
Ahli Ekonomi Islam Indonesia di kampus Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Gici.
Pakar ekonomi syariah yang juga
anggota Dewan Syariah Nasional itu memaparkan tentang kisah kerugian yang
dialaminya ketika melakukan transaksi di luar negeri. Dirinya harus
mengeluarkan biaya berlipat-lipat dibandingkan transaksi di dalam negeri.
"Ketika saya melakukan studi di
London, saya harus menukar Rupiah dengan Poundsterling dan saya harus membayar
ratusan ribu untuk sekali makan. Jadi ada ketidakadilan," kata Wakil Ketua
Akademisi dan Kemahasiswaan di STIE TAZKIA saat menjawab pertanyaan wartawan
MINA tentang peluang penggunaan uang emas (dinar) dan uang perak (dirham) dalam
ekonomi syariah.
Namun, CEO PT. PBMT Ventura, Saat
Suharto mengatakan bahwa dia tidak banyak komentar tentang peluang dinar dan
dirham. Menurutnya, dinar-dirham baru sebatas penjaga nilai.
"Dinar dan dirham baru sebatas
penjaga nilai, belum bisa menjadi alat transaksi. Memang ada sekitar 700 gerai
dinar, tapi belum mampu untuk itu," kata Saat yang sudah 21 tahun
mengembangkan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur
Eksekutif Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK), Aslichan Burhan mengatakan
bahwa transaksi dengan dinar dan dirham baru bisa dilaksanakan jika ada
kesamaan dalam seluruh komponen.
"Transaksi dinar dan dirham
bisa dilakukan jika ada kesamaan seluruh komponennya, baik dari modal, simpanan
dan pinjamannya menggunakan dinar dan dirham," tambah Aslichan.
Sejak berakhirnya Sistem Bretton
Woods (sistem perekonomian dunia kerjasama Amerika Serikat dan Inggris)
tahun 1976, negara-negara kuat yang memiliki mata uang yang diperdagangkan
secara internasional dengan mudah memperoleh kekayaan negara-negara lain hanya
dengan mencetak uang dari kertas. Mereka dapat mengambil keuntungan
berlipat-lipat dengan membeli barang apa saja dengan nilai barangnya jauh lebih
tinggi dari biaya produksi uang mereka.
Sejak mata uang Dollar Amerika
menjadi cadangan mata uang internasional yang paling dominan, dollar memiliki
daya beli yang kuat di luar Amerika dan dapat membeli apa pun di dunia ini yang
mereka inginkan.
Di sisi lain, negara-negara lain,
khususnya negara berkembang justeru mengalami kerugian yang luar biasa akibat
praktek uang kertas ini.(Abu Dzakir).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar